JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Mahkamah Agung hingga saat ini belum mengeluarkan putusan kasasi terhadap dua guru JIS Jakarta Intercultural School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinant Michael alias Tjong yang sudah enam bulan lebih diajukan Jaksa Penuntut Kejati DKI setelah kedua terdakwa ditingkat banding dibebaskan dari semua tuduhan melakukan kejahatan pelecehan seksual.
“Kedua guru SD di JIS itu telah keluar dari rumah tahanan di Cipinang dan akan berakhir masa pencekalan keimigrasiannya 21 Pebruari 2016,”ungkap Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tingg DKI,Waluyo SH MH saat dikonfirmasi TERBITTOP belum lama ini.Dikatakan, Hingga tanggal tersebut
belum turun putusan Mahkamah Agung maka dikhawatirkan kedua guru dengan bebas bisa melenggang meninggalkan Indonesi karena cekalnya sudah berakhir
Waluyo SH juga membenarkan jaksa penuntut umum belum menerima putusan kasasi yang diajukan jaksa sejak 21 Agustus 2015.
“Betul upaya hukum kasasi yang diajukan jaksa belum turun dari Mahkamah Agung padahal sudah enam bulan lebih upaya hukum kasasi diajukan ke Mahkamah Agung sejak 2 Setember 2015,”kata Waluyo.
Bahkan dia mempertanyakan,apakah hanya terdakwa orang Indonesia yang mendekam di penjara sebagai penghuninya dan sebaliknya membiarkan orang asing melenggang pergi keluar negeri tanpa ada beban.
Menurut Waluyo, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengajukan kasasi perkara tuduhan pelecehan seksual oleh dua guru Jakarta International School (JIS). Jaksa menegaskan pengajuan kasasi dan memori kasasi didasari delapan catatan dan ada syarat kekeliruan. “Untuk itu kami ajukan upaya hukum
kasasi,” tegas Waluyo.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Nur Aslam Bustaman memvonis terdakwa Neil Bantleman hukuman pidana penjara 10 tahun penjara. Guru Jakarta Intercultural School (JIS) ini juga divonis membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.Namun Pengadilan Tingi DKI Jakarta membebaskannya.
Kejaksaan menilai putusan PN Jakarta Selatan telah berkualitas dan mengarah rasa keadilan. Pada Jumat, 14 Agustus, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membebaskan dua guru JIS. Dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat banding yang diketuai Silverster Djuma menilai keterangan saksi korban dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan merupakan alat bukti. Jadi majelis tingkat pertama dinilai tidak cermat dan tidak matang dalam pembuktian.
Keduanya dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak kekerasan seksual oleh pengadilan Singapura. Sementara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menolak gugatan perdata ibu siswa pelapor kasus ini kepada JIS senilai Rp1,6 triliun.
Tetapi jaksa menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menggunakan teori yang sangat memadai dan itu terbukti. Pada putusan PN Jakarta Selatan, dari delapan putusan yang ada, di antaranya hasil visum et repertum dari ketiga anak korban, menunjukkan adanya ciri-ciri sodomi.Jaksa yakin bahwa hasil pemeriksaan seksual terdakwa menunjukkan ada kelainan seksual sebagai pedofilia inklusif. Dari keterangan ahli kedokteran forensik,terdakwa memiliki perilaku seks menyimpang.
Putusan Adil
Berdasar kesimpulan yang dibacakan majelis hakim Pengailan Jakarta Selatan, bukti yang diajukan JPU mengindikasikan ada tindak kekerasan seksual pada tiga anak murid JIS.Bukti-bukti ini kemudian diperkuat oleh keterangan saksi korban yang hadir di persidangan. Pernyataan mereka didukung pernyataan saksi ahli psikologi, yakni Nella Safitri Cholid, Nurul Adiningtyas dan Setyani Ambarwati.
Menurut ketiga psikolog tersebut, keterangan saksi korban dapat dipercaya karena memberikan reaksi yang sama saat bersaksi, misalnya berulang kalo menunjuk foto Neil saat ditanya siapa yang melakukan kekerasan seksual terhadap dirinya.
Kemudian pada sidang lanjutan 26 Maret 2015 lalu, kuasa hukum Neil mengajukan bukti baru berupa keterangan hasil pemeriksaan medis korban AL dari KK Women’s and Children’s Hospital Singapore yang menunjukkan anus korban normal dan tidak ada ciri-ciri kekerasan seksual.
Perbedaan hasil medis itu, menurut kuasa hukum Neil, dikarenakan ada perbedaan dalam proses pemeriksaan anuskopi yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari ahli bedah, ahli anestesi dan ahli psikologi.
Namun jaksa berpendapat keterangan dari ahli psikologi serta pemeriksaan psikologi dan konseling terhadap tiga korban mengalami tekanan psikologis. Selain itu, dia yakin peristiwa itu bukan hasil karangan atau pengaruh orang lain. Untuk itu menurut Waluyo, berharap pada kasasi ini
dan putusan Mahkamah Agung adil.
“Harapannya putusan di MA sesuai. Saya yakin Hakim Agung akan berpihak kepada kebenaran dan keadilan,” ujar Waluyo. Terdakwa dalam berkas perkara terpisah yang telah dipidana lebih dahulu yaitu Syahrial, mengetahui saksi Neil Bantleman alias Mr B/The Boss/Skeleton Guy (terdakwa dalam
berkas perkara terpisah, yaitu berkas perkara No.237/Pid/Sus/2014/PN.Jkt.Sel), sering naik ke ruangan konseling yang ada di lantai 2 PIE Gedung administrasi.
Saat masuk ke sana, dia kerap membawa dua orang anak kecil dan setiap masuk ruangan tersebut saksi Neil selalu menutup jendela yang ada dengan vertical blinds (semacam gorden). Waluyo mengatakan Syahrial dan Vurgiawan Amin mengetahui terdakwa Ferdinant Michel alias Ferdinant Tjiong alias Pony Tail alias Eagles Boss atau Big Eagles membawa anak-anak kecil ke toilet Anggrek dan berada di dalamnya selama 30 menit.
Menurut Waluyo, sesuai UU Peradilan anak, keterangan anak korban itu menjadi keterangan alat bukti dengan penguatan keputusan MK tentang perluasan alat bukti tersebut. Neil dan Ferdinant Tjiong awalnya dilaporkan oleh orang tua murid ke Polda Metro Jaya pada Maret 2014.Polda Metro
kemudian mendalami kasus tersebut. Pada 16 Juli 2014, polisi akhirnya menetapkan Neil dan Ferdinant sebagai tersangka dan menahan keduanya atas dugaan kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak murid JIS. (berbagai sumber/ris)