JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Pemerintah berungkali mengumumkan berbagai paket kebijakan dibidang ekonomi, namun kurang memperhatikan kondisi pangan. Padahal masalah pangan adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat disamping mengamankan sektor energi.
Dewasa ini produksi pangan tidak berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat akibatnya impor tak terhindarkan, karena bagi masyarakat yang terpenting kebutuhan itu terpenuhi tanpa peduli berasal dari mana pangan tersebut, apalah lokal atau impor. Ketika produk impor membanjiri pasaran itu adalah indikasi ketahanan pangan melemah.
Inilah yang menjadi perhatian dari kelompok Perhimpunan Ekonomi Pangan (Perhepi) yang mengadakan fokus Group Discussion (FGD) dan dilanjutkan dengan Musyawarah Daerah Perhepi Cabang DKI di Ruang Damandiri Kampus Universitas Trilogi Jakarta belum lama ini.Fokus diskusi mengambil tema “Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional:Tinjauan Multi Perspektif”.
Selain menghadirkan Pembina Yayasan Damandiri Prof Dr Haryono Suyono sebagai pembicara juga hadir sebagai panelis Rektor Universitas Terbuka, Prof Ir Tian Belawati MEd,PHD, Kepala Bapeda DKI Ir Tuty Kusumawati MM. Sedangkan moderator diskusi Dr Endah Murningtyas MSc Deputy Menteri
PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam.Hadir juga Rektor Universitas Trilogi Prof Dr Ir Asep Saefuddin MSc.
Pembina Yayasan Damandiri Prof Dr Haryono Suyono meminta Perhepi menjadi pelopor dari revolusi pertanian yang tradisional di desa selama ini harus berubah menjadi sistem pertaniaan modern tidak saja di desa tetapi sistem pertaniaan urban di kota.
“Tidak saja menghasilkan produk pertanian di sawah, tetapi di atap rumah atau pekarangan rumah yang bisa menghasilkan sayuran dan tanamaan serta ikan yang bergizi. Saya selama 15 tahun membangun serta membuat lahan yang ada menjadi kebun bergizi,”ujar Prof Haryono.
Program pertama yang disampaikan kata Prof Haryono dengan bantuan IPB dan Biotrop telah dikembangkan pertanian serta 450 kampus mengembangkan 50.000 Posdaya, di kembangkan kebun bergizi dengan tanaman baru dengan jaringan sehingga dapat menghasilkan panen yang lebih cepat seperti tanaman pisang yang dibagikan kepada rakyat pedesaan.
“Ada tanaman yang dinamakan pisang cavendish yang cepat berkembang dan dibagikan kepada keluarga miskin pedesaan, dalam waktu dua bulan berkembang, sehingga keluarga miskin bisa menyumbang bibitnya kepada keluarga miskin. Ini perlu dikembangkan pengurus Perhepi,”ungkap Prof Haryono.
Menurut Prof Haryono, Pertanian sayuran tidak saja harus di tegalan tetapi juga bisa dilakukan halaman rumah seperti sayur bayam dan kangkung di pinggir halaman rumah yang digantungkan, sistem pertaniaan modern ini barangkali bisa menolong keluarga miskin di kota dan pedesaan.
Selain itu juga kini sedang dikembangkan kampung kambing, dimana saat ini kambing lokal yang harganya dibawah satu jatuh dikawinkan dengan pejantan yang bobotnya dua kali dari kambing lokal sehingga harganya dua kali lipat. “Itu suatu penerapan peternakan yang baru dan ternyata menghasilkan hasil yang lumayan besar,”kata Prof Haryono.
Komsumsi Meningkat
Sementara itu Ketua Umum Perhepi Dr,Ir Bayu Krisnamurthi MS mengungkapkan pertanian di Indonesia tidak banyak berubah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Veitnam saja yang banyak melakukan pertanian modern. Sementara produk yang dihasilkan dengan komsumsi kebutuhan masyarakat belum seimbang, apalagi saat ini konsumsi pangan terbesar berada di kota.
“Hampir 45 juta rakyat Indonesia sudah dikategorikan komsumtif sehingga jika pertanian ingin memberi perannya bisa memenuhi kebutuhan jumlah tersebut. Sebab dilihat dari kebutuhan komsumsi dibanding dengan Singapura sepuluh kali lipat dan dengan Malaysia berbanding 2 kali lipat.Sementara 53 persen sudah berada di kota dan menghasilkan kekayaan 75 persen. Artinya kemampuan konsumsinya ada di kota,”kata Dr Ir Bayu.
Dari sisi produksi pertanian kata Bayu Krisnamurthi belum berubah dan tetap, tetapi disisi komsumsi nilainya sangat besar karena semua orang butuh makan.Dan jika dilihat ke depan seperti 15 tahun mendatang maka di Indonesia akan terdapat 135 juta orang yang tergolong konsumi, 71 persen ada di kota dan menguasai 86 persen,sehingga tidak ada kata terlambat Komda Perhepi DKI harus betul betul menjadi pilar utama Perhimpunan Ekonomi Pangan Indonesia, dan menjadi barometer dalam peningkatan pangan dan ekonomi di Indonesia.
Ditambahkan, jikapun kita bicara ekspor ini tidak saja terjadi di Indonesia tetapi di semua kota di berbagai negara jadi tidak usah kita menggunakan undang undangan pertanian semua itu akan terjadi. “Sehingga demikian jika negara mengimporpun pangan maka orientasi harus bisa memberi
perubahan prilaku masyarakat,”ujarnya.Sementara pertanian di Indonesia sampai ini tidak banyak berubah.Perkembangan ini menjadi kunci bagaimana pemerintah serta pelaku usaha harus memperbaiki ketahanan pangan dan gizi bagi masyarakat.
Menurut dia, bagaimana pertaniaan bisa mensikapi dan merespon perubahan yang ada di masyarakat.Jika pertaniaan begini saja tidk berubah maka tidak akan merubah besar perubahan di masyarakat. “Jadi kedepan kita mengusulkan orang orang di kota yang paham pertanian harus berperan dan menterjemahkan apa yang diinginkan masyarakat kota menjadi sesuatu yang bisa diproduki dan dipasok pertaniaan,”kata Dr Bayu.(ris)