Hari ini adalah Hari Anak Nasional 2016. Hari Anak Nasional kali ini bertepatan waktunya dengan serangkaian Hari Raya Idul Fitri 1437 H, dimana seluruh anggota keluarga Indonesia, yang umumnya beragama Islam, saling silaturahmi, saling berkunjung dan bertemu untuk saling maaf memaafkan, saling memberikan salam penuh keakraban. Adat istiadat ini telah berjalan sangat lama dan dipelihara dengan baik hampir oleh setiap insan Indonesia, baik yang beragama Islam maupun mereka yang beragama lain. Suatu adat istiadat yang akhirnya menjadi bagian budaya bangsa yang mengantar setiap anak bangsanya saling menghormati dan menjadikan kebiasaan itu suatu simbul kebersamaan yang penuh keakraban.
Kita sangat bersyukur Hari Anak Nasional tahun ini diantar seiring kesempatan beribadah puasa selama satu bulan penuh yang mudah-mudahan telah kita isi dengan ibadah amal sholeh konkrit melalui perhatian kepada sesama, dalam lingkungan masyarakat desa melalui Posdaya yang dilakukan melalui pengecekan peta dan perhatian kepada keluarga tertinggal yang ada di desa. Untuk menolong keluarga itu, di banyak tempat diadakan Bazaar Ramadhan dengan menggelar sajian bahan pokok dengan kualitas baik dan harga terjangkau agar semua kalangan, dalam menunaikan ibadah Ramadhan dapat menikmatinya dengan baik, mengadakan silaturahmi dan makan bersama dengan lebih nyaman. Setiap keluarga prasejahtera mendapat perhatian dan kesempatan yang lebih baik.
Keluarga Sejahtera III dan III plus dalam suasana hari-hari di bulan Ramadhan tersebut telah memberikan perhatian dan membantu keluarga prasejahtera dan anggotanya, termasuk anak-anak yang secara tekun ikut menunaikan ibadah puasa dan memanjatkan doa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa agar hidupnya kelak apabila dipersiapkan dengan belajar yang rajin dapat berubah karena, Allah telah berjanji, barang siapa yang berusaha di jalan-Nya akan mendapat kemudahan dan diubah nasibnya.
Kita perlu belajar dari pengalaman Bapak MH Soeharto pada waktu pertama kali diberi kepercayaan oleh rakyat menjadi Presiden RI ke-2. Pak Harto tidak saja memilih pembantu-pembantunya dengan cermat, tetapi segera teringat pada perjuangan merebut kembali Ibu kota RI, Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda. Pak Harto ingat adanya banyak anak-anak desa yang tidak sekolah bukan karena negara sedang dijajah Belanda atau Jepang, tetapi turun-temurun tidak sekolah karena membantu orang tuanya bekerja di sawah atau di ladangnya.
Mereka miskin sehingga setiap tenaga yang ada di dalam keluarganya harus bekerja keras agar keluarganya bisa makan setiap hari. Karena itu Pak Harto segera memikirkan bagaimana membangun sekolah-sekolah sampai ke tingkat pedesaan dan menganjurkan agar setiap orang tua mengirim anak-anaknya ke sekolah dan memberikan kesempatan anak-anak itu sekolah biarpun orang tuanya harus kerja lebih keras di sawah karena tidak lagi dibantu oleh anak-anaknya.
Pada hari ini situasinya sudah sangat berbeda, tetapi masih banyak anak-anak keluarga kurang mampu tetap harus bersaing sangat berat dengan rekan-rekannya anak keluarga yang lebih mampu. Anak-anak ini fasilitasnya masih kurang sehingga apabila harus bersaing pasti akan kalah dibanding dengan anak-anak dari keluarga yang lebih mampu. Ada baiknya keluarga yang lebih mampu secara sukarela mengambil anak asuh dari keluarga kurang mampu dengan memberi perhatian atas keperluannya di sekolah. Pergunakan kesempatan setelah sebulan penuh menunaikan ibadah selama bulan Ramadhan, kebiasaan ibadah itu diteruskan dengan mengambil dan mendukung anak keluarga prasejahtera di sekolahnya. Keperluan ekstra kurikuler anak-anak itu didukung dan diberi semangat agar setiap anak didik makin mantab mengikuti pelajaran di sekolahnya. Kalau anak kurang yakin bisa mengikuti program ekstra kurikuler, anak itu kurang semangatnya mengikuti pelajaran di kelas dan sebaliknya.
Dukungan keluarga asuh kepada anak keluarga kurang mampu akan menaikkan semangat anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk kelak kemudian hari menjadi calon pemimpin bangsa. Caranya bisa sangat sederhana, keluarga mampu bisa mengadakan kegiatan di kampung agar anak-anak keluarga prasejahtera dapat mengikuti kegiatan itu sebagai bagian dari kegiatan ekstra kurikuler sekaligus sebagai kegiatan kelompok pedesaan dalam rangka Posdaya. Kegiatan yang melibatkan anak-anak remaja itu sekaligus dapat mengikut sertakan guru sekolah SMP atau SMA se tempat sehingga anak-anak sekolah sekaligus membaur bersama rakyat dan penduduk desa yang aktif membangun kebersamaan di desa dan lingkungannya.
Apabila dukungan dalam bidang pendidikan makin merata untuk seluruh desa, maka akan terjalin suatu jaringan intelektual di pedesaan yang pasti melahirkan insan-insan yang pada akhirnya akan menumbuhkan inovator dan kreasi-kreasi yang bisa mengubah segala kekayaan alam semesta di sekitarnya, bahkan mengubah sampah menjadi berkah. Mengubah sesuatu yang nampaknya dewasa ini tidak ada harganya menjadi produk yang dibutuhkan masyarakat sekitar untuk kehidupannya sehari-hari yang memiliki harga jual tinggi. Harga jual itu akan memberi dukungan terhadap kehidupan yang lebih sejahtera dikemudian hari.
Kebersamaan yang disertai niat ibadah itu akan membangun suatu masyarakat yang saling peduli yang dilandasi rasa saling perhatian dan saling tolong menolong secara gotong royong, bukan dilandasi rasa kasian, tetapi tujuan luhur menciptakan sumber daya manusia unggul yang akan berguna untuk melanjutkan pembangunan untuk kesejahteraan bersama yang makin adil dan merata. Kebersamaan yang disertai dengan meningkatnya kualitas pendidikan itu akan menghasilkan produk yang kualitasnya sejajar dengan tingkat pendidikan ummat manusia yang menghasilkan produk-produk tersebut. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pembina Yayasan Racana).