Presiden Jokowi sebaiknya meminta Komjen Pol. Tito Karnavian untuk mengklarifikasi terlebih dahulu soal LHKPN-nya apakah telah diserahkan ke KPK atau belum, sesaat menjelang pelantikannya sebagai calon KAPOLRI. Hal ini sangat positif untuk membudayakan perilaku taat hukum atau sebagai budaya hukum bagi Penyelenggara Negara saat dipercaya memikul tanggung jawab sebagai pejabat publik.
Klarifikasi ini bagian dari penerapan terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, antara lain asas transparansi, tertib penyelenggara negara dan akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN. Karena itu Komjen Pol. Tito Karnavian, wajib mendeclare bahwa seluruh harta kekayaannya telah diisi dalam LHKPN perubahan dan telah diserahkan ke KPK untuk diumumkan ke publik, guna memenuhi kewajiban dasar sebagai Penyelenggara Negara, sebelum dilantik dan melalafalkan sumpah jabatan sebagai KAPOLRI di hadapan Presiden Jokowi.
Mengingat pelaporan harta kekayaan melalui LHKPN dan bersedia untuk diperiksa sebelum dan sesudah menjabat bagi seorang Penyelenggara Negara,merupakan kewajiban dasar bagi setiap Penyelenggara Negara, maka persoalan LHKPN seorang Penyelenggara Negara ke KPK sebelum, selama dan sesudah menjabat tidak hanya menjadi kewajiban yang mengikat Penyelenggara Negara yang akan menjabat, akan tetapi juga mengikat Presiden Jokowi sebelum melantik seorang Pejabat Tinggi Negara. Artinya Presiden Jokowi hanya boleh melantik dan mengangkat sumpah jabatan Komjen Pol. Tito Karnavian sebagai KAPOLRI.
Jika Presiden Jokowi tetap melantik Komjen Pol. Tito Karnavian menjadi KAPOLRI tanpa terlebih dahulu mendeclare kekayaannya apakah sudah dilaporkan ke KPK atau belum, maka baik Presiden Jokowi maupun Komjen Pol. Tito Karnavian sama-sama bisa dikategorikan sebagai telah melanggar UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN. Memang Komjen Pol.
Tito Karnavian pada tahun 2014 yang lalu telah menyerahkan atau melaporkan harta kekayaannya dalam LHKPN ke KPK untuk diperiksa dan diumumkan ke publik, akan tetapi laporannya dalam LHKPN itu terkait dengan jabatan Tito Karnavian sebagai Asrena/Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran sebelum menjadi Kapolda Metro Jaya.
Karena itu, untuk membuktikan apakah selama menjabat sebagai KAPOLDA Metro Jaya kemudian Kepala BNPT, hingga sekarang akan menjabat lagi sebagai KAPOLRI kekayaan Komjen Pol. Tito Karnavian mengalami perubahan penambahan secara berlebihan atau tidak, dan apakah penambahan itu secara wajar dan bisa dipertanggung jawabkan atau tidak dari aspek KKN atau apakah jumlah harta kekayaannya melampaui batas kewajaran yang mengindikasikan terjadi KKN.
Karena itulah perlunya pelaporan LHKPN-perubahan itu disampaikan kepada KPK untuk diverifikasi dan diumumkan, sehingga publik dapat menilai dari sudut integritas moral dan kejujuran Komjen Pol.Tito Karnavian saat sebelum menjabat sebagai KAPOLRI maupun sesudah menjabat sebagai KAPOLRI sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, karena jabatan sebagai KAPOLDA Metro Jaya, Kepala BNPT dan jabatan sebagai KAPOLRI adalah jabatan yang sangat strategis dan rawan KKN.
Menurut ketentuan pasal 5 angka 4 dan 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, bahwa : Seorang Penyelenggara Negara “berkewajiban” untuk : bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat dan “berkewajiban untuk : melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat”. Kemudian dalam pasal 20 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, disebutkan bahwa: “setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan pasal 5 angka 1,2,3,4,5 atau 6 dikenakan sanksi Administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, maka baik Presiden Jokowi maupun Komjen Pol. Tito Karnavian sama-sama terikat untuk mematuhi ketentuan soal kewajiban melaporkan kekayaan sebagai Penyelenggara Negara sebelum dan sesudah menjabat sebagai Penyelenggara Negara.
Bagi Presiden Jokowi menjadi kewajibannya untuk menanyakan sebelum pelantikan sebagai KAPOLRI, apakah Komjen Pol. Tito Karnavian sudah memenuhi kewajiban sebagai Penyelenggara Negara berupa melaporkan kekayaannya kepada KPK atau belum. Begitu pula dengan Komjen Pol. Tito Karnavian sebelum diangkat sumpahnya harus menjelaskan terlebih dahulu bahwa dirinya sudah melaporkan harta kekayaannya sebelum menjabat atau dilantik sebagai KAPOLRI dan bersedia diperiksa kekayaanya itu sesuai dengan UU.
Perlunya mendeclare pelaporan kekayaan melalui LHKPN sesaat menjelang pelantikan untuk jabatan KAPOLRI atau jabatan publik lainnya, dimaksudkan untuk membudayakan perilaku taat hukum dan harus menjadi bagian dari budaya hukum yang wajib dilaksanakan di kalangan Penyelengtara Negara, sebagai perwujudan dari Asas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik, terutama asas transparansi, tertib penyelenggara negara, akuntabilitas dan kepatuhan terhadap hukum oleh Penyelenggara Negara kepada publik sebagaimana diatur di dalam UU No. 28 Tahun 1999.
Ini yang harus dibudayakan oleh Presiden Jokowi untuk menyadarkan para Penyelenggara Negara yang masih banyak melalaikan kewajiban dasarnya yaitu melapor kekayaannya ke KPK.
Jika ternyata menjelang pelantikan sebagai KAPOLRI ternyata Komjen Pol. Tito Karnavian belum mengisi dan melaporkan harta kekayannya dalam LHKPN perubahan ke KPK, maka Pesiden Jokowi harus menunda pelantikannya hingga Komjen Pol. Tito Karnavian benar-benar telah melaporkan kekayaannya itu ke KPK dan atau setelah KPK memberikan klarifikasi dan memverifikasi kebenaran LHKPN itu.
Ini sebagai konesekuensi yuridis dari ketentuan pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999, yang menempatkan pelaporan kekayaan Penyelenggara Negara untuk diperiksa dan diumumkan kekayaannya itu sebagai 2 (dua) dari 5 (lima) kewajiban dasar setiap Penyelenggara Negara. (Petrus Selestinus SH : Mantan Anggota KPKPN, Koordinator TPDI & Advokat,Penasehat Hukum Koran TERBITTOP)