KOTA Tanjungbalai Sabtu (30/7) dinihari pekan lalu mencekam dilaporkan ada enam vihara dibakar warga. Amukan massa disulut oleh sikap kurang toleran dari seorang warga terhadap warga lain yang melaksanakan ibadah. Massa akhirnya bertindak anarkis dengan membakar vihara serta kendaraan roda empat yang ada di sekitar vihara di kota itu. Persoalan ini dipicu seorang warga Tanjungbalai yang merasa terganggu dengan suara azan dari masjid.
Kita tentu merasa sangat prihatin tindakan anarkis yang berujung dengan pembakaran rumah ibadah itu telah terjadi dikarenakan masalah tidak senang akan suara azan di masjid. Kebebasan beragama di negeri ini sudah diberikan kepada seluruh umat yang ada. Sehingga sikap toleransi dan saling
menghormati bagi sesama pemeluk agama harusnya tetap terpelihara.Harusnya kita saling bertekad untuk menjauhi adanya perbuatan anarkis yang mengarah kepada SARA (Suku Agama Ras dan Antargolongan).
Kepolisian kini sedang mengusut kemungkinan ada pelaku penyebar kebencian SARA melalui jejaring sosial.Massa yang semakin bertambah banyak karena informasi ketegangan ini diunggah ke media sosial. Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 Ayat (2) UU ITE UU No 11 Tahun 2008 ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku,agama,ras dan antargolongan (SARA).
Kita belum tahu apakah aksi ini ada ditunggangi oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang orientasinya bukan kepentingan masyarakat. Namun penjelasan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, kerusuhan diduga hanya berlatar belakang persoalan individu dalam kehidupan bertetangga.
Berbagai elemen msyarakat menyatakan keprihatinan atas kerusuhan yang terjadi. Bahkan ada menilai ada kesenjangan yang lebar sehingga pengrusakan rumah ibadah itu bisa terjadi. Di situ ada gap ekonomi, gap intelektual, gap sosial yang sangat lebar. Kesenjangan yang begitu lebar di tengah masyarakat itu membuat masyarakat mudah terprovokasi.
Kita mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga teletasi beragama sehingga kekerasan anarkis sperti tidak terjadi di daerah lain. Di sini lain sebenarnya, peran pemerintah sangat penting dalam mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat, menumbuhkan sikap yang saling tolerasi dengan membangun suatu kesepakatan antar umat yang ada.
Di sisi lain, masyarakat juga harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan aksi anarkistis. Dalam hal ini, penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu menjadi kuncinya. Pisau hukum harus tegas menjatuhkan sanksi kepada pelaku yang merusak melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
Tetapi, hukum juga harus tegas terhadap sekelompok masyarakat yang melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok masyarakat lainnya.Dengan demikian, ketertiban dan keamanan akan terwujud di negara ini. Kita tunggu sampai pemeriksaan kepolisian tuntas.*