SAYA kaget ketika membaca media memberitakan Presiden Jokowi mencopot Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, pekan lalu. Ahli minyak tamatan ITB itu sudah cukup lama bermukim di Amerika Serikat ditengarai mempunyai dua kewarganegaraan. Sepintas tadinya tak masuk akal, karena Arcandra baru 20 hari menjabat sebagai menteri ESDM. Saya berdialog dengan sesama wartawan sambil makan di kantin pojok Gedung Kejaksaan Agung.
”Masa sih negara kita salah urus, sekarang seperti kerja amatiran saja angkat menteri salah,” kata saya kepada rekan wartawan.Rekan saya tersenyum sambil berujar, ”Ini pertama kalinya dalam sejarah Indonesia mempekerjakan menteri berkewarganegaraan asing. Celakanya, sektor yang dipegang oleh pemilik paspor Amerika itu adalah salah satu sektor paling vital bagi ketahanan bangsa, yakni energi,” ungkapnya sambil menggelengkan kepala.
Saya pikir, secara politik, keputusan menunjuk Arcandra merupakan pelanggaran konstitusi yang serius. Tapi beruntung, konstelasi politik saat ini sudah berbeda dengan saat Jokowi pertama kali menjabat. Kalau tidak ini pasti jadi bahan ’digoreng habis di DPR’, yang bukan tak mungkin ada potensi untuk menggoyang pemerintah. Secara politik dan hukum, benar Arcandra memang tak lagi menjadi pejabat negara. Tetapi perlu dikaji ada motif lain ketika orang berkewarganegaraan Amerika Serikat menjadi menteri, apalagi menteri sektor energi.
Sejumlah pihak menyorot kasus, karena Arcandra pernah mendatangi KPK agar membongkar kasus yang ada di ESDM. Sehabis dilantik di Istana, Arcandra berkunjung ke KPK.Kunjungan itu diakui untuk kenalan tetapi ada agenda lain, karena Arcandra ingin Kementerian ESDM akuntabel. ”Dia minta dibongkar soal mafia migas”???
Pimpinan Komisi Peberantasan Korupsi membantah pernah memiliki kesepakatan dengan Arcandra Tahar.Pernyataan ini menanggapi kabar bahwa pencopotan Arcandra bukan cuma karena status kewarganegaraan, melainkan juga adanya kesepakatan dengan pimpinan KPK terkait pemberantasan mafia di Kementerian ESDM. Permintaan Arcandra pada KPK ini, disebut-sebut membuat sebagian pihak geram, sehingga dimunculkan masalah status kewarganegaraan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengaku, kedatangan Arcandra pascadilantik menjadi menteri ke kantor KPK hanya untuk memperkenalkan diri. Meski begitu, dia tak menampik dalam pertemuan itu juga membahas mengenai permasalahan di sektor ESDM. Tapi ada tidak ada kesepakatan khusus bahwa minta dibongkar. Ada soal mafia migas, karena ada sejumlah proyek yang gagal, dokumen Petral dan masalah SKK Migas serta lainnya. Masalah kewarganegaraannya itu adalah akibat, bukan sebab, benarkah demikian?
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, jika status kewarganegaraannya sudah jelas tidak menutup kemungkinan Arcandra kembali ke pemerintah dengan naturalisasi kewarganegaraan sesuai dengan Undang-Undang 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Salah satunya dengan menggunakan Pasal 20 UU Kewarganegaraan yang menyebut seseorang bisa dinaturalisasi menjadi WNI jika berjasa pada negara dan negara membutuhkan.
Di sisi politik dan ekonomi pun memberi dampak karena kasus ini membuat gaduh.Sebuah pertanyaan, adakah investor yang berani menanam besar modalnya di negara yang dalam 20 hari membongkar pasang menteri di sektor energi??. Selamat berpikir.(Penulis adalah Wartawan Koran TERBITTOP dan Pengurus Ikal Lemhanas)