Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berjibaku membongkar korupsi reklamasi pantai teluk Jakarta dan mengingatkan beberapa syarat penting di dalam melaksanakan proyek reklmaasi di teluk jakarta. Kasus ini sudah menyeret mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi ke persidangan. Bahkan dalam proyek reklamasi tersebut KPK mengingatkan beberapa syarat reklamasi agar semua kegiatan benar memenuhi aspek lingkungan, hukum dan sosial. Selain itu kendali atas reklamsi harus berada di pemerintah bukan di pihak swasta.
Penangkapan Sanusi yang kini menjadi terdakwa kasus korupsi reklamasi teluk jakarta merupakan potret besar bagaimana korupsi lingkngan itu sangat berbahaya karena merugikan keuangan negara tetapi berimplikasi rusaknya lingkungan yang ada. Selain itu gagalnya partai politik dan petinggi partai secara jamak menggunakan sarana partai untuk merebut kekuasaan dan kemudian memperdagangkan kekuasaan itu melalui kewenangan yang dimilikinya, salah satunya dalam membuat kebijakan publik.
Seperti yang ditegaskan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada pertemuaan dengan sejumlah menteri belum lama ini,reklamasi harus dikendalikan oleh pemerintah.KPK tetap mengingatkan agar syarat yang dibuat jangan sampai tidak diperhatikan. Apalagi sejak tahun 2015 warga sudah tidak bisa megurus sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara. Apalagi isu korupsi dalam pelaksanakan reklamasi ini sudah sangat kental.
Banyak pihak mungkin menduga kasus korupsi lingkungan reklamasi ini hanya sebatas suap menyuap saja.Namun disini adalah bagaiaman kebijakan publik itu telah dijual demi kepentingan tertentu.Kebijakan publik yang dibuat ialah pesanan korporasi yang menginginan sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan mereka.Sehingga korupsi lingkungan ini menjadi sangat berbahaya sekali.Suatu pertanyaaan apakah kebijakan publik yakni reklamasi yang sedang diusung oleh negara memang merupakan kebijakan publik yang benar berguna dan penting bagi negara ini ?
Menunjuk kepada Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta atau disebut Reklamasi Pantura. Tersebut di dalam pasal
9 bahwa hak pengelolaan hasil dari reklamasi ada di Pemprov DKI Jakarta.Jadi hak kelola bukan kepada Agung Podomoro Land (APL), bukan kepada Agung Sedayu Grup (ASG), bukan kepada yang lain, tetapi kepada Pemprov DKI Jakarta. Selain itu aturan kedua adalah Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Di dalam Perpres itu disebutkan bahwa kawasan Jabodetabekpunjur adalah Kawasan Strategis Nasional. Kemudian ada Perpres Nomor 54/2008 ditambah dengan Perpres Nomor 112/2012 dan Undang-undang Nomor 27/2007 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sehingga dengan demikian seharusnya hak pengelolaan adalah pendelegasian dari negara kepada Pemda untuk mengelola suatu wilayah. Yang ada sekarang, seolah-olah hak kelola ada pada pengembang. Ini haruslah diluruskan.Untuk itu Pemerintahkan selayaknya membenahi semua sistem regulasi, apalagi kini masalah reklamasi sering menimbulkan kontroversial dan meresahkan masyarakat. Selain melibatkan masyarakat pelaksanaan reklamasi itu juga memberikan manpaat lapangan kerja baru buat nelayan dan masyarakat sekitarnya. Sebab itu rakyat akan mendukung apa yang dilakukan KPK di dalam memproses korupsi lingkungan ini karena bukan saja merugikan negara tetapi lebih jauh sangat merusak tata lingkungan dan akhirnya mematikan kehidupan masyarakat.