Belakangan ini nama baik institusi Kejaksaan mulai tercoreng kembali.Rumor yang berembus ada aparat kejaksaan bermain main dalam proyek di daerah ternyata bukan isapan jempol. Ikut terlibat ‘bermain’ atau namanya sekedar dicatut untuk minta sejumlah proyek di pemerintah daerah belum lama ini diungkap terang-terangan oleh Bupati Minahasa Utara Sulawesi Utara,Vonny Panambuan kepada media massa.(lihat kompas 1/10).
Tentu saja ungkapan bupati itu sangat menyakitkan layaknya suara petir di siang bolong.Jika itu terbukti jaksa agung tidak bisa membiarkan pernyataan miring sang bupati. Sebelumnya terhukum kasus cabul Saiful Djamil ikut membeberkan adanya dugaan pemerasan jaksa serta kasus Jaksa Fahrizal di Padang menjadi tersangka kasus dugaan suap menerima Rp60 juta.
Arang kembali tercoreng ‘di dahi kejaksaan’. Padahal Jaksa Agung HM Prasetyo sekarang sedang menggiatkan perbaikan lembaga ini (public trust).Mengembalikan nama baik lembaga ini dan peran nya dalam penanganan kasus kasus korupsi menjadi salah satu prioritas program kejaksaan agung secara nasional. Optimalisasi pemberantasan korupsi di daerah menjadi bagian tugas kejaksaan disamping membentuk TP4D untuk mengawal proyek pembangunan.
Membongkar korupsi tetapi dituduh melakukan korupsi adalah sangkaan yang menyakitkan bagi aparat kejaksaan.Apalagi Kejari Minahasa Utara sedang memeriksa dugaan kasus korupsi Rp 1,2 miliar di dinas Pekerjaan Umum dan mau melakukan penggeledahan tetapi dihalangi halangi dengan perlawanan dari LSM dan staf Pamong Praja. Adanya sikap perlawanan itu bisa saja sebagai sikap yang berpura pura tidak mengerti hukum tetapi bisa sebagai perlawnan untuk mengungkap ke publik bahwa oknum Jaksa juga ada terlibat bermain proyek.
Rumor negatif yang disuarakan sang Bupati itu jangan dibiarkan berlarut harus diusut tuntas termasuk apa yg dibeberkan Saiful Jamil.Memeriksa dan menuntaskan kasus ini jangan seperti pemadam kebakaran sesaat mati, tetapi harus dilakukan menyeluruh kepada jajaran disini.
Rumor jaksa bermain proyek ini pernah heboh di tahun 2010 di Kalimantan Timur, juga terjadi menjadi buah bibir di Bangka-Belitung.Nama oknum kejaksaan entah itu jaksa atau sekadar staf Intelijen, maupun staf Pidana Khusus (Pidsus), kerap disebut-sebut untuk menakut-nakuti kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran (PPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) maupun Kelompok Kerja (Pokja) di Unit Pelelangan (ULP).
Ironisnya, tujuan mencatut nama-nama oknum kejaksaan itu guna kepentingan mendapatkan proyek dan meminta pekerjaan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.Nama oknum kejaksaaan yang hendak menempuh pendidikan lanjutan, sering ‘dijual’ oleh beberapa kontraktor dan pejabat SKPD di Dinas PU. Bahkan tak jarang ada kepala SKPD maupun PPTK serta kontraktor menyebutkan sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa sudah menjadi milik oknum jaksa itu. Dan ada pula dugaan oknum jaksa yang berani menghubungi langsung PPA dan PPTK untuk meminta proyek.
Tetapi tidak sedikit juga romur rumor tersebut telah ditepis dan tidak terbukti setelah diperiksa.Pelajaran berharga dari Minahasa Utara ini harus menjadi cambuk insan adhyaksa.Tindaklah jaksa yang nakal karena lembaga ini sekarang sedang membangun public trust, tidak bisa bermain main lagi di dalam menegakkan hukum. Bongkar-lah korupsi, kawal-lah dana pembangunan secara profesional serta jauhkan dari perbuatan korupsi.*