JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA/TPDI menyayangkan pernyataan SBY yang bernada mengancam Pemerintahan Presiden Jokowi terkait aksi demo 4 November 2016 dengan mempertaruhkan pilkada, Ahok dan Jakarta sebagai ancaman bagi negara. Bahwa negara akan terbakar terkait proses hukum terhadap Ahok. Pernyataan SBY bahwa kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh para penuntut keadilan, pak Ahok mesti diproses secara hukum dan jangan sampai Ahok kebal hukum.
“Sebagai mantan Presiden, pernyataan SBY tergolong emosional, tidak etis, mendramatisir keadaan bahkan sudah masuk kategori politicking, yang bukan saja melecehkan pemerintahan yang sah tetapi juga terkandung agenda kampanye terselubung demi menguntungkan paket Agus-Sylvi yang diusung Partai Deemokrat,”tegas Koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam keterangan kepada wartawan,Sabtu (4/11).
Petrus menilai pernyataan SBY yang mencoba-coba menakut-nakuti Pemerintahan Jokowi dengan ancaman akan ada demo terus menerus hingga lebaran kuda, ini namanya teror seorang mantan Presiden kepada kekuasaan Presiden Jokowi.
Dikatakan, mengultimatum Presiden Jokowi untuk memproses hukum Ahok dengan nada mengancam bahwa jakarta akan didemo terus hingga lebaran kuda, semakin menunjukan aura SBY sebagai mantan Presiden sudah hilang karakter seorang negarawan, lantas muncul kesan baru bagi SBY saat ini dengan aura sebagai seorang aktivis pemula yang garang, gampang merajuk dan emosional, seakan-akan sedang berorasi membela salah satu calon gubenur DKI Jakarta Agus Harimurty Yudhoyono yang adalah putranya sendiri.
Bahkan lanjut Petrus, SBY seakan-akan menutup mata terhadap realitas dimana proses hukum terhadap Ahok terus menerus dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri bahkan sudah puluhan saksi sudah diperiksa. SBY seolah-olah sebagai seorang buta hukum yang tidak paham tentang apa itu proses hukum.
“Padahal selama menjadi Presiden ke VI SBY juga terkenal lelet dalam mengungkap kasus-kasus besar bahkan banyak kasus terhenti di tengah jalan tanpa alasan. Lebih tragis lagi kasus kematian Munir malah dokumen temuan TPF justru hilang ditangan SBY dan tidak pernah diumumkan kepada publik serta sebagian rekomendasi TPF tidak dipenuhi oleh SBY,”ujar Petrus.
Padahal pembentukan TPF kematian Munir, merupakan bukti bahwa bukan saja aparat kepolisian di era SBY yang tidak dipercaya oleh publik, tetapi lebih dari itu sesunghuhnya publikpun tidak percaya dan tidak yakin terhadap kesungguhan SBY untuk menuntaskan penyelesaian kasus kematian Munir. Buktinya selama 10 tahun menjadi Presiden, SBY gagal menuntaskan kasus kematian Munir yang saat ini heboh kembali karena dokumen asli TPF kematian Munir hilang ditangan SBY tanpa ada yang bertanggung jawab.
Karena itu lanut Petrus, karena itu sikap SBY mengultimatun Presiden Jokowi untuk segera menuntaskan kasus Ahok dengan ancaman jangan sampai negara terbakar dan akan ada demo sampai lebaran kuda, maka kata-kata lebaran kuda inipun bisa dikualifikasi sebagai pernyataan yang bersifat penistaan terhadap agama, karena seluruh dunia percaya dan menghormati yang namanya lebaran itu adalah hari raya suci umat Islam yang harus dihormati.Tidak ada lebaran kuda dan bagaimana kuda bisa lebaran dalam konteks pilkada dan penegakan hukum.
Oleh karena itu TPDI meminta KAPOLRI untuk menjadikan pernyataan SBY soal demo sampai lebaran kuda sebagai penistaan tehadap umat beragama dan mengancaman negara, karenanya Bareskrim Mabes Polri harus mengusut dua hal ini, apakah pernyataanya itu sebagai mengancam pemerintah yang sah dan apakah ada unsur pidana penistaan terhadap agama.
“Untuk hal ini Bareskrim Mabes Polri harus segera memanggil SBY untuk diproses secara hukum, sebagaimana halnya SBY menuntut Presiden Jokowi harus memproses hukum Ahok. Ini demi prinsip persamaan di hadapan hukum karena negara kita adalah negara hukum.”tegas Petrus Selestnius.(ris)