Selama sepuluh tahun terakhir ini Yayasan Damandiri bekerja sama dengan ratusan perguruan tinggi di seluruh Indonsia, melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya, telah bekerja keras membentuk tidak kurang dari 55.000 Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Tidak dapat diungkiri bahwa diantara Posdaya sebanyak itu ada yang baru dibentuk terus tidak aktif karena aktifitas suatu lembaga sangat tergantung dari komitmen dan kreatifitas para pengurus yang dapat menghasilkan acara dan kegiatan yang menarik partisipasi.
Tetapi ada ribuan yang ternyata berkembang dengan pesat dan menghasilkan berbagai lembaga yang dalam nyanyian Posdaya terkekal dengan nama “lingkaran kecil”, yaitu PAUD, penyegaran POSYANDU, bahkan membentuk POS LANSIA untuk kepentingan penduduk lanjut usia, serta makin maraknya lembaga usaha milik bersama anggota, Koperasi, yang secara resmi berbadan hukum dan memiliki kegiatan ekonomi yang menguntungkan anggotanya.
Dalam limabelas tahun mendatang strategi pembangunan PBB dilannjutkan dengan moto “Sustainable Development (SDGs)” yang memiliki tujuh belas target dimana tiga target utamanya cukup berat, yaitu menghapuskan kemiskinan, kelaparan dan mengurangi kesenjangan antar kelompok masyarakat serta tambahan yang komprehensif tentang pemeliharaan kelestarian lingkungan dan kekayaan alam untuk generasi mendatang. Target-target yang begitu luas dan kompleks itu tidak mungkin diselesaikan oleh aparat birokrasi tanpa partisipasi yang sangat tinggi dari masyarakat luas.
Untuk itu kalangan birokrasi bisa memulai kegiatannya dengan membentuk jaringan guna mengundang partisipasi rakyat banyak. Alangkah sangat bijaksana kalau bisa dan dengan lapang dada menggandeng lembaga atau kegiatan masyarakat yang telah meluas, apapun namanya dan bagaimanapun bentuknya. Salah satu dari forum silaturahmi yang telah terbentuk itu adalah Posdaya di dukuh dan di seluruh pedesaan. Posdaya menyajikan modal sosial dan modal budaya rakyat yang sangat kuat.
Untuk memaksimalkan pembangunan dalam lima belas tahun mendatang, perlu strategi yang dapat diterima oleh berbagai fihak, yaitu masyarakat, pemerintah, akademisi dan lembaga keuangan, yang membiayai pembangunan atau yang nantinya akan memetik hasil pembangunan berupa nilai tambah untuk deposito. Lembaga keuangan akan mengatur transaksi untuk meningkatkan kecepatan dari gerakan dinamis pembangunan. Berbagai lembaga itu harus membuka kesempatan untuk saling memberi perhatian, berbagi dan akhirnya saling mensinergykan upaya bersama agar dicapai target yang dibebankan kepada suatu bangsa dengan penuh kebanggaan. Setiap instansi perlu mengembangkan kepercayaan yang diperlihara dengan penuh kasih sayang.
Pada tingkat awal lembaga pemerintah perlu memberi perhatian pada upaya pemberdayaan lembaga Posdaya atau apapun namanya yang ada di desa. Proses pemberdayaan Posdaya itu harus melalui sistem pendidikan dan pelatihan bertahap agar masyarakat desa yang sederhana dan pengurus Posdaya yang heterorgen dapat melakukan adaptasi dan makin lama makin mampu berpartisipasi melaksanakan kegiatan yang makin rumit dan melaksanakan kegiatan dengan dukungan anggaran yang makin besar. Tanggung jawab harus dilatihkan dengan sabar dan perlu bimbingan yang ketat agar tidak diselewengkan. Pada akhirnya lembaga desa Posdaya itu akan mampu membantu secara sinergis karena bantuan pemerintah akan ditambah dengan dana mandiri yang berasal dari masyarakat sendiri.
Lembaga keuangan harus dengan sabar melatih penduduk desa untuk menabung dan mulai dengan pelatihan memakai uang pinjaman dari bank yang pada tingkat awal diberikan dalam jumlah kecil dengan pendampingan yang akrab agar masyarakat belajar mempergunakan dana itu secara efektif dan efisien. Rakyat harus belajar mempergunakan dana pinjaman untuk pembangaunan dan hanya mempergunakan untungnya saja untuk keperluan cadangan dan pribadi. Rakyat yang tidak biasa mengantongi banyak uang biasanya akan silau kalau pinjaman baru dicairkan karena yang mencairkan pinjaman mendadak memiliki banyak uang. Padahal uang itu untuk pembangunan, mereka bisa lupa dan cenderung memakai uang yang banyak itu untuk konsumsi atau keperluan lain yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan yang “dinjajikan” menjadi tugasnya.
Kalangan perguruan tinggi perlu memberi tahukan kepada para mahasiswa bagaimana menterjemahkan teori dan kuliah makro yang diterima di bangku kuliah, untuk secara bertahap diterjemahkan secara sederhana menjadi petunjuk operasional yang mudah diikuti, bukan untuk menulis “paper”, tetapi menjadi suatu program aksi oleh rakyat yang sederhana. Kita harus mengurai penulisan Disertasi menjadi instrumen penelitian yang terpaksa mempergunakan berbagai opsi guna mendapatkan nilai dari variable teori yang bisanya abstrak. Kepandaian setiap dosen pembimbing dan mahasiswa untuk mencari opsi yang “doable”, artinya bisa dikerjakan oleh masyarakat luas. Apabila kita mampu, dosen dan mahasiswa itu akan bisa menciptakan entrepreneur desa yang ulung. Dosen dan mahasiswa, dalam KKN, mengurai teori yang rumit untuk memajukan usaha rakyatnya.
Strategi inilah yang diperlukan dewasa ini guna mengisi Posdaya agar limabelas tahun yang akan datang bangsa Indonesia termasuk kelompok bangsa-bangsa yang bisa maju pesat tidak seperti lima belas tahun terakhir yang digolongkan bangsa-bangsa gagal melaksanakan MDGs di negaranya. Atau termasuk bangsa-bangsa yang tidak mendekati targetnya tetapi justru menjauhkan anak bangsanya dari kesejahteraan dan kebahagiaan. Kalau kita mau pasti kita bisa! (Prof. Dr. Haryono Suyono, Sosiolog mantan Menko Kesra dan Taskin).