Alhamdulillah tahun 2016 telah berlalu dan kita memasuki tahun baru 2016 dengan aman. Bulan Januari telah pula lewat dan kita memasuki bulan Februari yang biasanya seperti bulan sebelumnya selalu hujan karena kita berada dalam musim hujan. Para petani di pedesaan sibuk dengan sawah dan ladangnya karena kesempatan ini adalah kesempatan bertani dan memelihara tanaman yang sejak bulan September – Oktober tanaman pangan mulai di tanam di sawah dan ladangnya.
Penduduk desa yang rajin, biarpun tidak selalu mendapat dukungan yang memuaskan seperti halnya gerakan yang lebih gegap gempita di perkotaan dengan demo politik menuntut banyak masalah, para petani di pedesaan setia menanam segala macam kebutuhan hidup kita akan pangan dari segala jenis makanan pokok sampai makanan tidak pokok yang sesungguhnya sama pentingnya. Para petani dengan segala kesederhanaan dan kepatuhannya akan musim seakan setia mengikuti petunjuk alam dan mengetahui apa yang harus dikerjakan agar tetap bersahabat dengan alam dan menghasilkan produk makanan yang lezat untuk meneruskan memelihara dan meningkatkan kesejahteraan hidup bangsanya.
Dalam tulisannya pada Media Sosial, Oktavio Nugrayasa, SE, M.Si, Kabid Ketahanan Pangan, Deputi Bidang Perekonomian, Setkabinet, menulis bahwa menurut Forum Economics Intelligence Unit (EUI) tahun 2014, perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia menempati posisi pada urutan 64, angka tersebut jauh di bawah Malaysia (33), China (38), Thailand (45), Vietnam (55) dan Philipina (63).
Karena itu setiap kita melihat berita perkembangan di tanah air, harus waspada bahwa perkembangan di tanah air itu barulah pada posisi yang meningkat, tetapi siapa tahu bahwa karena kita berada di bawah negara tetangga, bisa jadi negara tetangga itu juga meningkat dan kita tetap saja berada pada urutan terbawah jauh tertinggal dari negara tetangga, termasuk dari negara yang jauh lebih baru dari kita.
Sesungguhnya kita harus malu karena kekayaan alam kita sungguh luar biasa. Luas tanah dan laut di Indonesia juga sangat besar dibandingkan dengan banyak tetangga lainnya. Kekayaan tumbuhan yang menghasilkan pangan juga sangat melimpah. Menurut catatan Nugrayasa, potensi sumber pangan yang terdapat di Indonesia sangat banyak, terdapat sekitar 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayur-sayuran, 110 jenis rempah-rempahan dan bumbu-bumbuan, 40 jenis bahan minuman serta 1.260 jenis tanaman obat. Kita adalah bangsa yang kaya dengan keanekaragaman hayati atau pangan.
Kalau semua bahan yang tersedia itu diolah oleh penduduk Indonesia yang lebih dari separo adalah petani di pedesaan, maka kekayaan dan kemampuan Indonesia untuk memenuhi bahan pangan bagi penduduk dan keluarganya akan sangat lebih dari cukup. Kalau saja penduduk di beri kesempatan menikmati makanan sesuai dengan kemampuan berproduksi, atau kesempatannya menghasilkan produksi lokal dan menikmati hasil produksi lokal itu dengan masukan tehnologi pengolahan modern, kita akan mampu berbagi dengan bangsa-bangsa tetangga sekitar kita.
Dari sudut UU, dalam suatu wawancara TVRI di Jakarta, Mantan Ketua DPR RI Dr. Marzuki Ali menyatakan bahwa UU tentang pangan telah lebih dari cukup, sehingga apabila pemerintah, aparatnya dan masyarakat luas dapat melaksanakan dengan baik UU itu dan mendapat dukungan yang cukup dari pemerintah, maka kita akan bisa memiliki kedaulatan dan ketahanan pangan yang dapat diandalkan. Kita akan bisa mencukupi pangan untuk keluarga dan rakyat Indonesia secara menyeluruh. Bahkan mantan Ketua DPR ini merasa sedih karena beras yang dibagikan kepada penduduk miskin ternyata kualitasnya tidak memenuhi syarat.
Kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia sesungguhnya sangat melimpah didukung oleh jumlah penduduk yang petani sesungguhnya merupakan modal yang sangat kuat untuk dijadikan fokus dalam rangka meningkatkan kedaulatan dan ketahanan pangan di Indonesia. Kita perlu memberikan dukungan politik yang makin tinggi dan fokus perhatian yang konsisten pada upaya untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan hayati yang kita miliki.
Kita juga memiliki tenaga ahli pertanian lulusan perguruan tinggi yang melimpah. Bahkan kita memiliki fakultas pertanian kehewanan dan kelautan yang besar jumlahnya sehingga apabila kita berikan perhatian yang tinggi pada keberadaan berbagai modal dasar itu kemungkinan akan sangat besar bahwa kemampuan bangsa mengembangkan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan bisa berhasil dengan baik.
Seperti halnya tetangga kita Thailand, yang Indeks Ketahanan Pangannya jauh lebih baik dari kita, sangat terkenal dengan variasi hasil tanaman yang luar biasa. Buah-buahan dari Thailand selalu lebih besar dan lebih enak dibanding yang berasal dari Indonesia. Segala sesuatu yang dianggap menarik dikatakan hasil dari negara tetangga tersebut. Harganya juga bersaing dengan produk yang berasal dari desa kita sendiri.
Oleh karena itu kita perlu lebih banyak mengirim dosen pembimbing lapangan dan para mahasiswa pertanian, sosial dan pemberdayaan masyarakat menjadi pendamping rakyat yang ada di pedesaan. Mereka harus membantu rakyat yang sederhana menjadi petani modern yang mampu mempergunakan tehnologi yang tepat untuk bertani dengan sistem modern dan sekaligus tidak mencemari lingkungan. Mereka harus mampu memperkuat pertanian dengan penggunaan pupuk Organik agar lingkungan dapat terpelihara dengan baik. Mereka juga harus mampu mempergunakan sistem pertanian yang dikombinasikan dengan peternakan dan perikanan agar terjadi siklus alami yang menurut para ahlinya dapat berjalan tanpa harus meninggalkan sisa-sisa yang berbahaya untuk hidup umat manusia.
Karena banyak lahan yang dikonversikan menjadi bangunan rumah keluarga dengan halaman yang luasnya bervariasi, maka sebaiknya pemerintah dengan tegas memberi dukungan terhadap pengembangan tanaman halaman atau Kebun Bergizi di setiap halaman rumah agar setiap halaman ditanami dengan tanaman sayur, buah-buahan dan kombinasi dengan ternak yang dapat dimanfaatkan kotorannya untuk pupuk organik bagi tanaman yang ada di halaman. Untuk memproduksi tanaman Organik yang nilai gizinya lebih tinggi tidak harus di beri label tanaman mahal, tetapi justru diberi penjelasan bahwa tanaman Organik selain aman dari segi kesehatan, juga memberikan nilai gizi yang tinggi sehingga menambah kemampuan tubuh manusia untuk mendapat masukan makanan yang gizinya tinggi.
Di gedung-gedung tinggi perlu juga diperkenalkan jenis buah-buahan yang bisa tumbuh di tempat parkir yang luas agar koperasi berbasis pegawai di kantor pada saat mau masuk maupun mau pulang kantor, bisa dikerahkan untuk berkebun, menanam dan memetik buah pada saat musim buah karena setiap jengkal tanah yang ada di pabrik bisa menghasilkan jenis makanan buah-buahan yang menjamin ketahanan pangan untuk karyawan.
Para mahasiswa, dosen dan murid SMK dikerahkan ke desa. Kita juga perlu menambah dan menugaskan penyuluh pertanian, peternakan dan perikanan untuk terjun ke desa membantu para petani dan peternak guna meningkatkan penggunaan teknologi pangan yang lebih modern dalam memilih benih, cara tanam, pemupukan dan pasca panen modern agar diperoleh hasil yang maksimal. Posdaya yang terbentuk di desa ditugasi mengajak dan memberi bimbingan kepada keluarga desa agar menjadikan halaman rumahnya Kebun Bergizi guna memenuhi keperluan rumah tangga dan akhirnya bisa menjadi produk ekonomis untuk keperluan komersial. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Dewan Penasehat Maporina).