LAMPUNG-(TERBITTOP.COM)-Empat pembicara yang dihadirkan di dalam seminar Nasinal Kejaksaan dengan Tema “Posisi Kejaksan dalam Amandemen Kelima UUD Negara Tahun 1945, Sekjen MPR RI Ma’ruf SH MH, Anggota Komisi III DPR-RI Drs Akbar Faisal MSI, Anggota Komisi Kejaksaan Dr Barita Simanjuntak SH MH serta Guru Besar Universitas Lampung Budi SH LLM,LLD, sepakat adanya wacana memasukkan kejaksaan dalam konstitusi pada amandemen kelima UUD 1945. Karena posisi Kejaksaan sangat strategis dan dinilai sudah menjadi kebutuhan dalam penegakan hukum.
Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono mengatakan MPR terbuka dalam membahas masalah tata negara. Ia mencontohkan langkah MPR yang berkomitmen menyerap aspirasi masyarakat melalui Badan Pengkajian, yang termasuk tiga alat kelengkapan MPR. Dua alat kelengkapan lainnya adalah Badan Sosialisasi dan Badan Anggaran, yang mendukung pembahasan masalah tata negara.
Demikian pula Anggota Komisi III DPR-RI Akbar Faisal mendukung posisi kejaksaan dimasukkan dan dibawa dalam isu posisinya di konstitusional.
“Pembahasan posisi kejaksaan di tingkat konstitusi sebagian besar sudah mewakili pemikiran kehendak rakyat. “Kekurangannya adalah kurang intens dan sosialisasi saja,”tuturnya.Dia menyambut positif seminar ini dalam rangka menguatkan posisi kejaksaan dalam konstitusi.
Seminar Nasional dibuka oleh Jaksa Agung yang diwakili oleh PLT Wakil Jaksa Agung Dr Bambang Waluyo SH MH bertempat Ball Room Hotel Novotel,Lampung, Kamis (27/4) dengan dihadiri 146 orang peserta, dihadiri Kajati Lampung Syafrudin SH MH, Kapolda Lampung, Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri,Para Asisten, Kejari se Provinsi Lampung,Unsur Forkopimda dan dosen serta akademisi Universitas di Lampung.
Jaksa Agung HM Prasetyo SH dalam sambutan yang dibacakan Plt Wakil Jaksa Agung menegaskan pentingnya posisi kejaksaan dalam konstitusi.
“Menjadi sangat ironi manakala kejaksaan sebagai organ utama negara yang memiliki peran dan kedudukan sifnifikan dalam penyelenggaraan peradilan pidana suatu negara, namun tidak diatur secar tegas dalam konstitusi,”tutur Jaksa Agung.
Dikatakan dalam hukum internasional kedudukan konstitusional lembaga peradilan kata Jaksa Agung harus dijamin oleh konstitusi.hal itu sesuai dengan pasal 1 The United Nations Basic Prinsiples On Independence Of The Judiciary tahun 1985 yang pada pokoknya menyatakan keberadaan kekuasaan yudisial dalam negara hukum bertujuan untuk mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berjalan dalam kerangka hukum.
“Keberadaan kekuasan yudisial yang independent merupakan jaminan bagi tegaknya supremasi hukum.Oleh itu peran strategis lembaga penegak hukum dalam sistem ketatanegaraan dan mewwujudkan prinsip negara hukum merupakan sesuatu yang krusial. Dan keberadaan lembaga negara yang
melaksanakan kekuasaan yudisial termasuk kategori sebagai organ yang utama,”ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengungkapkan bahwa wacana untuk memasukan Kejaksaan ke dalam konstitusi bukan merupakan hal yang baru, dimana pada saat amandemen pertama tahun 1999, sudah terdapat rumusan usulan memasukan Kejaksaan ke dalam konstitusi.
“Akan tetapi ide dasar tersebut tidak diakomodir pada saat rapat pembahasan karena minimnya dorongan dari berbagai kalangan. Padahal, dalam konsepsi negara hukum, eksistensi Kejaksaan dalam konstitusi bukan lagi merupakan suatu pilihan, tetapi telah menjadi sebuah kebutuhan”,ungkapnya.
Lebih lanjut Jaksa Agung berharap agar momentum pelaksanaan seminar nasional ini jangan sekedar menjadi seremonial dan formalitas belaka melainkan harus meneguhkan komitmen bersama untuk menyatukan pemahaman dan pemikiran tentang pentingnya pencantuman Kejaksaan secara eksplisit dalam
konstitusi.
Selain itu, dengan adanya pelibatan unsur MPR, DPR, dan civitas academika dalam kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan kesamaan visi dan misi disertai dengan rumusan yang konkrit untuk dapat direkomendasikan dalam pembahasan amademen kelima UUD Negara RI 1945.
“Penentuan posisi Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan dalam aturan hukum negara sangatlah penting, yang tidak hanya cukup diatur dalam Undang-Undang tetapi harus diatur dalam materi konstitusi. Hal ini berarti lembaga negara pelaksana kekuasaan penuntutan merupakan lembaga yang
dijamin dalam konstitusi”, tambahnya.
Beri Rekomendasi
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Syafrudin berharap, melalui seminar ini, lahir gagasan dan semangat intelektual mengenai lembaga di Indonesia yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan posisi institusi kejaksaan di masa depan.
“Kejaksaan bukan milik jaksa saja, tetapi juga milik masyarakat,” kata Syafrudin.
Syafrudin mengatakan seminar ini juga penting dalam rangka memberikan rekomendasi yang berkepentingan terkait dengan amendemen kelima UUD. Selain itu, menumbuhkan tekad untuk menyumbang gagasan jaminan konstitusional terhadap kejaksaan.
“Memberikan sosialisasi pada masyarakat sekaligus menampung tanggapan perlunya jaminan konstitusional dan penguatan lembaga kejaksaan,”ucapnya. Eksistensi secara ekplisit lanjutnya dalam konstitusi tentu tidak dimaksudkan hanya sekedar ada tanpa dikuti semangat profesionalitas dan kemandirian kejaksaan.
Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono mengatakan MPR selalu terbuka membahas masalah tata negara dan dimasukkan kejaksaan dalam konstitusi. “MPR punya Badan Pengkajian yang isinya politisi perwakilan lintas fraksi dan kelompok DPD. Badan Pengkajian sebagai lembaga politik pada MPR sudah didampingi lembaga independen pengkajian yang isinya 60 pakar. Lembaga Pengkajian akan memberi masukan ideal,” ujar Ma’ruf.
Ma’ruf mengakui isu ini kurang terdengar di MPR. Tapi ia mengatakan MPR terbuka membahas isu kejaksaan ini, yang juga sebagai salah satu masalah tata negara. MPR Siap Bahas Posisi Kejaksaan dalam Amandemen UUD 45. Selain itu, tema yang diangkat oleh kejaksaan, menurut Ma’ruf, relevan dengan tugas MPR.
“Tematiknya sangat relevan dengan tugas MPR. Ada tiga tugas di periode lalu. Pertama, sosialisasi Empat Pilar MPR sesuai amanat UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3. Kedua, tugas untuk mengkaji tentang sistem tata negara, konstitusi, dan implementasi. Ketiga, tugas untuk menyerap aspirasi masyarakat,” katanya.
Ma’ruf berharap kejaksaan bisa bertemu dengan Badan Pengkajian dan membawa pemikiran yang komprehensif. “Kejaksaan harus bisa mengkaji lebih dalam isu ini, nanti Badan Pengkajian akan membahasnya,” ucapnya.
Ma’ruf juga mengakui sebenarnya pembahasan posisi kejaksaan di tingkat konstitusi sebagian besar sudah mewakili pemikiran kehendak rakyat.
“Kekurangannya adalah kurang intens dan bagaimana afirmasinya saja,” tuturnya.
Sementara Sekretaris Komisi Kejaksaan Dr Barita Simanjuntak SH MH dalam makalah berjudul “Reformasi Kejaksan Dalam Amandemen Kelima UUD 45” mengatakan peran kejaksaan sangat lemah check dan balance tidak efektif akibat terdesak dari dua arah pengadilan dan Kepolisian.Sehingga pelimpahan berkas dan tindakan administrasi dan kualitas penuntutuan berjalan tidak maksimal karena terhimpit dua arus tadi.
Dikatakan masih minimnya dana anggaran kejaksaan juga membuat lembaga tidak bisa banyak berbuat. Dilain pihak kata Barita, didalam konsitusi hanya mengatur kekuasaan kehakiman sehingga posisi kejaksaan belum diatur secara tegas jelas posisi dalam mewakili kepentingan negara tidak ada dalam UUD 45.
Barita memberikan beberapa alternatif dalam reposisi amandeman UUD 45 pertma kekuasan kehakiman menjadi kekuasaan peradilan dan kedua alternatif tambahan pasal 24 D kejaksaan melaksanakan kekuasan negara di bidang penuntutan atau kekuasan negara dibidang penuntutan dilakukan
kejaksaan.
Sementara Guru Besar Universitas Lampung Rudy dalam makalahnya berjudul “Urgensi Pengaturan Kejaksaan Dala Konstitusi’ mengatakan ada empat alasan kejaksan harus dimasukkan kedalam pengaturan UUD 1945,yaitu adanya evolisi trias politica,constitusional impoortance, tidak tuntasnya amandemen UUD 1945 dan perbandingan beberapa negara.
“Dalam dinamika dan gelombang konstitusiobalisme dunia yang cukup deras itu maka peranan kejaksaan merupakan salah satu elemen penting dan mempunyai urgensi untuk dimasukkan kedalam pengaturan UUD NRI 1945,”tegasnya.(haris)