Sebagian besar orang secara alamiah berhasrat untuk meningkatkan taraf kehidupannya dan ingin memanjat tangga karier, sehingga mereka bisa menempati jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi. Namun harus hati-hati jika itu merupakan satu-satunya motivasi agar menjadi seorang pemimpin demi kemajuan kerier semata. Dulu kita sering mendengar, bahwa seorang pemimpin biasanya tidak terlalu dekat dengan bawahannya, atau orang-orang yang dipimpinnya dan selalu menjaga jarak. Namun saat ini kondisi telah berubah, pemimpin yang baik harus lebih dekat dengan bawahan, apabila pemimpin itu tidak ingin merasa sendirian dan kesepian.
Banyak orang saat menjabat sebagai pucuk pimpinan dalam organisasi, mereka berusaha menjaga jarak dengan bawahannnya. Di sisi lain mereka memerlukan orang yang bisa dipercaya agar jalanannya organisasi lebih maju dan berkembang. Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, apalagi mencari orang yang benar-benar bisa dipercaya dan membinanya dengan baik. Apalagi memberi kesempatan untuk melakukan segalanya bersama-sama. Kalau tidak hati-hati, maka akan menimbulkan penyalahgunaan kepercayaan, yang mengakibatkan munculnya kesalahpahaman dan akhirnya muncul juga perpecahan. Pesan pemimpin yang berpengalaman kepada para calon pemimpin atau pemimpin pemula antara lain adalah “ Jangan terlalu dekat dengan orang-orangmu”. Ini mengandung arti, bahwa seorang pemimpin harus menjaga jarak dengan bawahannya atau orang-orang sekelilingnya.
Hal ini bagaikan pedang bermata dua, di satu sisi harus dekat dengan bawahan, dan di sisi lain harus menjaga jarak. Jika pemimpin menjaga jarak, sisi baiknya adalah tidak ada seorang pun yang akan menyakitinya, namun segi buruknya adalah jika memerlukan bantuan, terutama pekerjaan yang mendadak, maka tak seorang pun yang ihklas akan membantunya dengan sepenuh hati. Kondisi inilah yang kadang-kaang membuat para pimpinan itu rapuh, namun yang perlu diperhatikan adalah menjalin hubungan yang akrab dan itu akan memudahkan untuk saling tolong-menolong antara pimpinan dan bawahan. John C. Maxwell dalam buku terbarunya berjudul “The Leadership Handbook” mengatakan bahwa, berada di puncak bukan berarti Anda harus kesepian, begitu juga pada saat menempati posisi atau level terendah. Banyak orang yang dijumpainya merasa kesepian, baik mereka pada posisi rendah, menengah atau pun puncak. Menurutnya kesepian bukanlah masalah jabatan, tetapi masalah sifat.
Banyak orang yang menyoroti citra seorang pemimpin, biasanya diibaratkan seperti seseorang yang berdiri sendirian di atas puncak gunung, memandang orang-orangnya di bawah dan mereka terpisah, terisolasi dan kesepian. Di sini tidak seorang pun akan mengikuti, dan ini berarti orang tersebut tidak benar-benar memimpin. Namun hal itu tidak akan terjadi bila pemimpin itu adalah pemimpin yang hebat. Bila kita adalah pemimpin yang kesepian, maka kita bukan pemimpin yang hebat dan itu berarti kita salah. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu membawa orang lain naik hingga sampai ke puncak, mengangkat orang lain ke jenjang yang baru yang lebih tinggi.
Tidak seorang pemimpin pun akan berhasil dan suskes tanpa adanya bantuan dari orang lain, namun sangat disayangkan, kadang-kadang ada seorang yang lupa, sudah sampai pada puncak kepemimpinannya, mereka menghabiskan waktunya untuk mencoba mendorong pimpinan lainnya untuk turun dari puncak. Mereka saling sikut-sikutan dan merasa terancam kedudukannya, serta merasa tersaingi. Biasanya usaha semacam itu bisa saja berhasil, tetapi tidak bisa permanen atau hanya dalam waktu sementara dan tidak akan bertahan lama. Pada saat kita berhasil membuat orang lain turun, atau dalam bahasa kasarnya (membuat orang lain tumbang), maka waktu dan energi kita akan terkuras habis untuk mewaspadai orang tersebut akan berbuat yang sama terhadap kita. Cara yang baik dan bijaksana untuk mewaspadai hal itu adalah mengulurkan tangan dan meminta mereka untuk bergabung bersama kita.
Masih menurut John C. Maxwell, bahwa kredibilitas seorang pemimpin itu berawal dari kesuksesan pribadi, kemudian ditutup dengan membantu orang lain meraih kesuksesan pribadi. Untuk meraih kredibilitas, kita harus mampu menunjukkan adanya inisiatif, pengorbanan dan kedewasaan. Prestasi terhebat seorang pemimpin adalah, apabila orang tersebut mampu membawa dan mendorong orang lain naik sampai ke tingkat puncak kesuksesannya, dan hal itu juga merupakan tujuan dari kepemimpinan yang hebat. Jules Ormont pernah mengatakan, bahwa seorang pemimpin hebat tidak pernah menganggap dirinya lebih baik dari pengikutnya, kecuali dalam hal memikul tanggung-jawab, pemimpin yang baik tetap berhubungan dengan orang-orangnya atau bawahannya. Itulah satu-satunya cara untuk menjangkau ke bawah dan menarik mereka ke atas. Jika kita ingin menjadi pemimpin yang baik, jangan biarkan ketidakamanan, kepicikan atau kecemburuan mencegah kita untuk berinteraksi dengan orang lain.
Seseorang yang memimpin dengan menggunakan pendekatan relasional, mereka tidak akan pernah merasa kesepian, karena mereka menggunakan waktunya untuk membina hubungan dan menciptakan persahabatan dengan orang lain, sebaliknya pemimpin yang posisional, mereka sering merasa kesepian, karena dengan menggunakan jabatannya mereka berusaha “membujuk” bawahannya agar melalukan sesuatu, dan mereka menciptakan jarak antara mereka sendiri dengan orang lain. Dalam hatinya mungkin berkata, “Saya ini atasan kamu dan kamu adalah bawahan saya, jadi kamu harus melakukan apa saja yang saya perintahkan”. Ucapan semacam itu membuat bawahan merasa rendah, terasing, dan kalau tidak hati-hati bisa menyebabkan perpecahan antara bawahan dan pimpinan. Pemimpin yang baik tidak akan meremehkan orang-orang yang ada di sekelilingnya atau bawahannya, mereka justru akan mengembangkan bawahannya.
Banyak pemimpin negara menggunakan gaya kepemiminan posisional, ini bertujuan untuk melanggengkan dan melindungi kekuasaannya. Hanya mereka yang boleh berada di puncak kekuasaan, dan yang lain diharapkan untuk mengikutinya. Kelemahan dari kepemimpinan ini adalah mencegah munculnya pemimpin baru dan menciptakan kesepian untuk orang yang memimpinnya. Jika kita ingin menduduki jabatan kepemimpinan tertinggi, jangan kita mengandalkan kekuasaan untuk menyakinkan orang-orang agar mengikuti kita, tetapi jalinlah hubungan, buatlah orang lain menyukai kita dan lakukan itu, maka kita tidak akan pernah menjadi pemimpin yang merasa kesepian. (Penulis adalah Dosen Pascasarjana, Anggota Senat Universitas Satyagama dan Universitas Trilogi Jakarta).