Pengacara Saut Edward Rajagukguk SH.
JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Kiki Darmawan Cs, yang mendakwa Hardy Stefanus dalam perkara OTT, kurang profesional sebagai penuntut umum.
Hal ini dikatakan pengacara senior Saut Edward Rajagukguk SH, kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis kemarin.
Ketidak profesional nya jaksa itu karena bersikukuh memanggil saksi yang sudah pernah dipanggil tapi tak datang ke persidangan supaya dipanggil lagi dengan penetapan dari majelis hakim.
“Peradilan ini jadi panjang karena menunggu saksi-saksi. Padahal terdakwa sudah mengakui perbuatan bahwa dia melakukan grativikasi mengantar uang kepada Plt Sekretaris Utama Bakamla EKO Susilo Hadi senilai Rp 2 miliar,” kata Saut.
Menurutnya, kenapa jaksa KPK masih mengorek-ngorek saksi dengan melakukan pemanggilan dengan penetapan majelis hakim. Kan lebih baik Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saksi tersebut dibacakan saja. Lantas minta ditanggapi terdakwa.
Dibanding menghadirkan saksi lagi dengan penetapan majelis hakim menurutnya, lebih baik bacakan BAP saksi tersebut untuk menyingkat persidangan.
“Sistem peradilan kita kan ada asas peradilan cepat, ringkas dan tidak banyak biaya, serta mengedepankan asas praduga tak bersalah,” tegas Saut.
Jika sidang berlarut larut, tambah Saud, alangkah capeknya kliennya. Padahal kalau bisa dipersingkat maka akan menguntungkan majelis hakim karena bisa menyidangkan perkara yang lebih besar lain.
“Jaksa terlalu konsentrasi untuk memanggil saksi-saksi. Padahal sudah terbukti perkara ini,” tambah Saut, dengan nada protes dan berharap kliennya cepat diputus.
Jika jaksa mencurigai saksi yang bersangkutan, mengapa orang tersebut tidak ditetapkan sebagai tersangka pada saat penyidikan.perkara.
“Lagian konsekuensinya apa kalau pun dipanggil lewat penetapan hakim tapi saksi tersebut tidak mau datang,” kata pengacara setengah bertanya.Sekarang jaksa berprasangka saksi tersebut menerima uang. Belum ada bukti sudah diucapkan anggota DPR sudah menerima ini dan anggota lain menerima itu.
“Itu yang saya sangat keberatan dengan pihak KPK. Kita semua disini tidak suka korupsi dan semua sepakat berantas korupsi. Namun saya tidak suka peradilan ini jadi panjang,” tambahnya.
Perkara OTT Bakamla dibagi tiga perkara. Dua perkara terpisah diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta oleh majelis hakim yang diketuai Frangky Faisal terdakwanya Ardi Stefanus dan Muhamma Adami Okta. Sedang hakim ketua Yohannes, terdakwanya Eko Susilo Hadi dan Dirut PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI), Fahmi Darmawansyah. Terdakwa baru, Bambang diadili di Mahkamah Militer.
Ketua majelis hakim Frangky tidak bersedia membuat penetapan pemanggilan saksi. Alasannya, jaksa disuruh sekali lagi melakukan pemanggilan. Jika saksi tersebut tidak datang maka BAP nya dibacakan saja. Sedang hakim ketua Johannes seruju mengeluarkan penetapan.
“Yang saya inginkan bacakan BAP. Tapi ini buang-buang energi, kalau ikuti jaksa.”
Perkara suap atau OTT ini terjadi pada 14 Desember 2016. Suap terkait pengadaan barang di Bakamla. Sebelumnya kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo menyebut pengadaan yang terkait dengan Bakamla Sistem Surveillance.
Pengadaan tersebut diantaranya long range candra, monitoring satelit dan pengadaan backbone coastal surveillance system. (dm)