Akhir minggu ini adalah tanggal 21 April, suatu hari yang selalu kita peringati untuk mengenang RA Ajeng Kartini, salah satu Pahlawan Perempuan yang pada jamannya memberikan inspirasi kepada kita bahwa hidupnya yang menderita dalam lingkungan kemewahan suaminya yang ningrat dan tidak kekurangan sesuatu harus diubah. Kehidupan RA Kartini yang harus diubah itu disebar luaskan oleh sahabatnya menjadi inspirasi dari gerakan wanita di Indonesia dan di dunia yang kemudian menjadi bagian dari pengembangan hak-hak yang sama antara kaum perempuan dan lelaki. Gerakan itu, biarpun sudah berumur ratusan tahun tetapi tetap relevan dan dilanjutkan dalam wujud yang berbeda dan menarik disimak sebagai bagian dari roadmap bagi semua anak bangsa menuju dunia yang makin indah dan penuh semangat dan dinamika yang tinggi dan positif.
Pada abad ke 21 sekarang, Hari Kartini dimaknai tidak saja dengan mengangkat kenyataan hidup yang menderita di sekitar, keluhan yang dramatis, persoalan yang harus di gugat serta dicarikan penyelesaiannya, atau sekedar mengetengahkan gagasan-gagasan indah dan memunculkannya sebagai asupan seminar yang menarik, atau topik pertemuan besar yang gegap gempita, tetapi perlu lebih berani disodorkan sebagai langkah-langkah nyata yang dilakukan dengan skala yang makin besar, untuk kepentingan orang banyak dengan kerja cerdas, keras, sungguh-sungguh dan ikhlas.
Wujud nyata itu kini banyak dikembangkan oleh para pemimpin perempuan di pedesaan dalam pengembangan Posdaya yang tersebar pada sekitar 55.000 kelompok di seluruh Indonesia. Kelompok Posdaya yang maju atau yang masih berada dalam posisi berkembang umumnya dipimpin oleh kaum perempuan, ada yang sangat dinamis ada yang hanya ikut-ikutan, tetapi umumnya tumbuh dalam kesadaran ingin berbuat sesuatu yang memiliki manfaat yang tinggi untuk berbagi sesamanya.
Kaum perempuan yang semula ikut-ikutan, akhirnya akan menikmati betapa indahnya berbagi sesama karena mereka yang mendapatkan manfaat dari upaya bersama itu dengan merasakan betapa indah dan nikmatnya berbagi ternyata tidak merugikan tetapi malah memberi manfaat ganda untuk diri sendiri dan mereka yang merasakan keindahan berbagi sebagai anugerah yang merangsang kesempatan untuk maju.
Tokoh-tokoh yang sejak awal bergerak dengan semangat tinggi menjadi sangat kagum bahwa nenek moyang mereka yang mengembangkan cita-cita seperti RA Kartini belum memperoleh kesempatan yang dirasakan dewasa ini, dimana tidak saja gagasan dapat dikembangkan dengan bebas, tetapi setiap pemimpin yang memiliki nurani dan kemauan untuk maju, sekaligus bisa mendapat kesempatan maju melalui implementasi gagasan dalam wujud pelaksanaannya secara nyata dengan baik. Lebih dari itu ternyata, kemauan dan niat baik untuk bergerak itu tidak hanya bisa dilakukan sendirian, banyak yang merasa terpanggil dan bergabung ikut serta dalam barisan yang makin lama makin membesar.
Salah seorang tokoh Kartini abad ke 21 yang melihat gejala baru ini adalah Ibu Dr. Mufidah, salah seorang dosen Kepala LPPM UIN Malik Ibrahim dari Malang, yang selama puluhan tahun ini ikut membidani lahirnya ribuan Posdaya berbasis Masjid di seluruh Indonesia. Seorang tokoh yang secara kebetulan bertemu dalam suatu Seminar Nasional di UIN Malang dengan penggagas pemberdayaan keluarga melalui pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga di desa, yang kemudian berkembang sebagai Posdaya. Gagasan serupa beliau kembangkan dengan basis Masjid yang ternyata berkembang dari satu Masjid ke Masjid lainnya dengan gegap gempita.
Pada tingkat awal, Ibu Dr. Mufida sebagai Ketua LPPM menggandeng rekannya sesama dosen sebagai pendamping mahasiswa KKN yang ditugasi masing-masing fakultasnya dalam rangka kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya berbasis Masjid. Ada yang ditugasi membimbing mahasiswa, ada yang ditugasi mempersiapkan mahasiswa, ada yang mempersiapkan lapangan di pedesaan dan ada pula yang ditugasi menjadi duta untuk bertemu dengan pimpinan dan punggawa desa, kecamatan dan bupati atau setidaknya pimpinan Masjid yang akan menjadi titik sentral dari kegiatan mahasiswa di lapangan.
Kegiatan formal itu sering dibatasi formalitas yang diikat dengan aturan-aturan resmi dari Perguruan Tinggi atau birokrasi yang menyertainya. Tetapi, kegiatan yang melibatkan ribuan penduduk desa, kecamatan dan kabupaten kota itu ternyata membawa dampak yang luar biasa. Kegiatan yang semula diatur dengan aturan ketat selama masa kuliah kerja nyata berkembang menjadi suatu gerakan masyarakat yang melintasi batas waktu, geografi dan atau formalitas perguruan tinggi dan aruan birokrasi lainnya.
Dosen S1, S2 dan S3 atau mahasiswa yang tidak seharusnya ikut dalam suatu kegiatan yang sudah terjadwal tertarik ikut serta dalam kegiatan yang makin berubah menjadi gerakan masyarakat yang dinamikanya makin tinggi. Yayasan Damandiri yang semula ikut menjadi penggerak dari upaya itu tidak lagi perlu memberi aba-aba atau masukan seperti layaknya pendukung yang sangat diperlukan kehadirannya. Ibu Dr. Mufidah menjadi figur tauladan yang menggerakkan semua melaju dengan kekuatan terpadu tinggi bergerak cepat dan indah.
Ibu Dr. Mufida, dengan dukungan Rektor UIN yang dinamis, berubah menjadi figur penggerak yang dikerumuni calon-calon relawan komit yang bersedia bekerja sama dalam gerakan yang menjanjikan ibadah yang ikhlas dan penuh dinamika di lapangan. Puluhan dan bahkan ratusan calon relawan mendaftar untuk ikut dalam gerakan amal ibadah bersama masyarakat membangun semangat kebersamaan untuk melakukan perubahan pada tingkat akar rumput, memberdayakan keluarga bangkit menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. Program pemberdayaan melalui KKN tematik Posdaya berbasis Masjid berubah menjadi gerakan masyarakat yang dinamis membangun kebersamaan gotong royong bangkit bersama dari posisi terpuruk, bukan dengan sekedar bicara atau mengadakan seminar atau omong-omong tidak ada tindakan, tetapi bangkit bersama berbagi mengatasi masalah melalui kerja cerdas dan keras. Mereka bangkit mengantar keluarga sasaran berubah menjadikan dirinya keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Kartini abad ke 21, Ibu Dr. Mufidah, menggelar pengumuman terbuka bagi dosen S1, S2, S3 serta mahasiswa yang secara sukarela mau berjuang sebagai relawan yang beramal ibadah membantu dan bersama masyarakat di pedesaan mengatasi kemiskinan, kelaparan dan kesenjangan melalui upaya mencerdaskan anak bangsa. Dengan sabar membangun melalui pembelajaran sederhana yang mudah di tiru dan menjadikan setiap insan merasa bangga bisa bangkit mandiri mengatasi masalahnya dalam kebebasan yang diantar dengan doa dan Ridho dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Gerakan Kartini abad ke 21 rupanya berbeda dengan gerakan di masa lalu. Tetapi nuansa kaum perempuan bisa bergerak sama hebatnya dengan kaum lelaki tetap relavan karena setiap insan diciptakan oleh Allah dengan kemampuan yang sama hebatnya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Pembina Yayasan Anugrah)