Dalam minggu terakhir ini masyarakat di Negeri ini dipertontonkan oleh ulah anggota DPR-RI yang mengambil keputusan atas usulan hak angket dari Komisi III DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupi.Ditengah sorotan tajam negatif masyarakat atas langkah tersebut karena tercatat sebanyak 26 anggota DPR menandatangani usulan hak angket dan sudah dibawa kedalam rapat paripurna sidang DPR RI. Hanya tiga fraksi yang menyatakan menolak. Fraksi tersebut yakni, Demokrat, Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Meski menuai pro dan kontra, hak angket ini tetap resmi digulirkan dan akan ditindaklanjuti usai masa reses DPR pada 17 Mei 2017.Melalui hak angket, anggota DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontir dengan Miryam, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP. Kini Politisi partai Hanura Miryam yang sempat jadi buron sudah berhasil diringkus dan sedang dalam pemeriksaan di KPK.
Menurut Novel, hal itu dikatakan Miryam saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Mengutip Miryam, Novel mengatakan politisi Hanura itu ditekan oleh sejumlah anggota DPR, yakni Aziz Syamsuddin, Desmond Junaidi Mahesa, Masinton Pasaribu, Sarifuddin Sudding, dan Bambang Soesatyo.Benarkah hak angket sebagai hak istimewa anggota DPR RI dijalankan secara benar dalam kasus korupsi e KTP ?
Sejumlah pakar hukum menyayangkan langkah anggota DPR RI tersebut. Melalui hak angket, anggota DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Jika menunjuk kepada pasal 79 ayat (3) UU MD3 mensyaratkan hak angket bisa digunakan jika ada kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan Undang Undang.Unsur itu jelas tidak terpenuhi karena KPK tidak sedang menjalankan pemerintahan tetapi menjalankan penegakan hukum. Tugas
penegakan hukum tidak disebutkan dalam undang undang MD3 sebagai unsur yang bisa dijadikan alasan bagi DPR untuk mengeluarkan hak angket.
Bahkan sesuai UU KPK dan KUHAP menjamin KPK dapat merahasiakan hasil pemeriksaan sampai perkara diajukan ke persidangan.Seharusnya, Komisi III DPR mendukung lembaga anti rasuah itu agar bisa menyelesaikan kasus KTP-el dengan tepat dan berkeadilan. Publik berharap DPR jangan mengganggu KPK dalam upaya pemberantasan dan penyelesaian kasus-kasus korupsi.Terlebih lagi,kasus yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun tersebut diduga melibatkan sejumlah anggota DPR RI.KIta tidak setuju dengan langkah anggota DPR RI tersebut karena bertujuan menghambat penegakan hukum.
Masyarakat sudah tidak buta hukum dan secara kolektif memang tidak bisa menghentikan kehendak wakil rakyat tetapi bisa menggunakan otoritas hak untuk menyampaikan keberatan tentang penggunaan hak angket DPR terhadap KPK dan tidak memilih lagi mereka dan partainya.Apalagi DPR RI sedang
melaksanakan sosialisasi revisi UU KPK ditengah proses persidangan kasus e-KTP. Bahkan kita ketahui DPR sedang membangun zona bebas korupsi dilingkungannya.
Kita mendukung langkah KPK untuk tidak membuka rekaman tersebut sebelum perkaranya dibuka persidangan. KPK saatnya untuk memperdalam penyidikan terhaap pihak pihak yang merintangani penanganan kasus korupsi bisa dilakukan pemeriksaan sebagai tindakan merintangi atau menghambat penyidikan kasus korupsi sehingga kasus korupsi E KTP dapat dibongkar tuntas.*