PROSES pengadilan Ahok di Pengadilan Tingkat pertama sudah selesai dan kini menuju pengadilan tingkat banding. Perkara ini tidak hanya mendapat perhatian masyarakat Indonesia, namun juga dunia internasional.Buktinya pasca Ahok dihukum penjara selama dua tahun bertebaranlah demo sikap mendukung NKRI dan meminta Ahok dibebaskan. Sebaliknya perkara pelecehan agama Islam ini juga membuat muslim di seluruh dunia marah. Salah satunya muslim di negara Pakistan yang ikut turun ke jalan untuk menuntut proses hukum terhadap penistaan agama segera dilaksanakan. Aksi tersebut juga diikuti oleh para mahasiswa di International Islamic University of Islamabad yang berasal dari sejumlah fakultas disana.
Semua keputusan ataupun kebijakan pasti akan memberi resiko atau dampak kedepannya, hukum ditegakkan untuk memberi efek jera, sehingga akan menjadi pelajaran hukum kedepannya. Hal ini tentu akan menjadi catatan bagi warga negara yang berniat untuk menistakan agama lain untuk tidak melakukannya, apabila diketahui jeratan hukum yang akan dikenakan adalah berat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat menyayangkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.Tuntutan itu bahkan menjadi viral dimana mana bahkan di medsos nada sindirin yang meruntuhkan mahkota jaksa menjadi bahasan publik.Apalagi kemudian ikut menyatakan banding. “Mahkota Jaksa seperti di robek robek”,saya pun mendengar dan membaca kehendak publik.
Bagi jaksa Penuntut umum bukan soal berat atau ringannya hukuman, tetapi perkara itu asal terbukti.Kini tuntutan ringan JU ternyata berdampak luas karena dikhawatirkan menjadi celah lahirnya penista agama baru yang tidak takut hukum.Bisa saja jaksa menuntut ringan atau menuntut bebas. Di banyak perkara ada jaksa menuntut bebas, bahkan sebaliknya banyak juga putusan yang melebihi tuntutan jaksa.
Lihat saja perkara pembunuhan anak kecil di Bali, Angelinedi Bali pada 2015. Di mana JPU menuntut Agus hanya sembunyikan mayat. Hukumannya lebih ringan akan tetapi hakim memutus ikut membantu pembunuhan maka Agus dihukum lebih berat. Putusan perkara Ahok akan menjadi Patron alias standar untuk pertimbangan hukum yang bisa digunakan oleh terdakwa penista lainnya, apabila ada seseorang warga negara yang melakukan penistaan terhadap agama lain, orang tersebut dapat memakai catatan hukum yang dituntutkan kepada Ahok sebagai pertimbangan untuk mendapatkan tuntutan ringan dari JPU.
Sekali lagi saya ingin menyoroti tuntutan yang dikenal sebagai ‘mahkota jaksa’.Tidaklah mungkin jaksa se kaliber Ali Mukartono SH MH mau mengorbankan diri.Saya pikir jaksa ini sudah bekerja sesuai kemampuaannya. Sudah belasan tahun saya mengenalnya sebagai jaksa yang tergolongbersih.Ada SOP di kejaksaan yang selalu dijalankan, yakni jaksa PU hanya mengajukan rentut.Inilah birokrasi rentut yang harus dipangkas bahwa Jaksa PU yang tahu perbuatan dan rasa adil bagi terdakwa,bukan atasan yang memutus rentut.
Rentut itu naiknya berjenjang sampai puncak pimpinan apalagi untuk perkara pekating seperti kasus ini.Saya kira tidak elegan hanya mencaci JPU, karena toh masih ada upaya hukum yang lebih tinggi mengaturnya. Kita tunggu peradilan bandingnya. Bagi saya perkara ini telah menorehkan sejarah baru di negeri ini, dan sejarah tersebut akan menjadi pertimbangan hukum kedepannya bagi para penista agama yang memiliki hak yang sama juga seperti Ahok yaitu mendapatkan tuntutan hukum yang ringan dan tidak ditahan atau dihukum berat. (Penulis : Adalah mantan Pengurus PWI Pusat)