Cukup menarik adanya rencana pemerintah untuk menaikkan dana parpol hampir 10 kali lipat.Rencana tersebut dinilai bisa menjadi lahan korupsi baru. Ditengah sorotan publik atas rencana tersebut karena selama ini partai partai politik di Indonesia belum memiliki sistem yang baik. Kita lihat sajaselama ini masih banyak korupsi yang berhubungan dengan partai politik, contohnya saja di Jepara. Saat ini dana bantuan parpol dari pemerintah sebesar Rp 108 per suara yang diperoleh saat pemilu sebelumnya tentu saja kenaikan dana bantuan parpol tentu saja akan membuat APBN akan membengkak.Naik dari Rp 13 M, Negara Bakal Habiskan Rp 124 M untuk Parpol, sangat tinggi beban negara akan menanggungnya.
Kemendagri saat ini sedang merancang revisi PP 5/2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik yang anggarannya akan dimasukkan ke APBN 2018.
Selama ini pemerintah mengeluarkan dana sekitar Rp 13,42 miliar untuk 12 partai politik peserta Pemilu 2014. Jika dana bantuan parpol dinaikkan menjadi Rp 1.000 per suara, maka pemerintah harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp 124,92 miliar.Kenaikan bantuan itu belum menjamin bahwa korupsi terkait partai politik akan terbebas. Rencananya, nominal itu akan naik menjadi Rp 1.000 per suara atau hampir 10 kali lipat. Dana yang diperoleh tiap parpol per tahun tentu bisa bervariasi, tergantung jumlah suara yang diperoleh saat Pemilu.
Melihat besarnya peningkatan anggaran apabila rencana itu jadi dilakukan, mungkin dana tersebut akan lebih bermanfaat untuk digunakan ke aspek-aspek lain yang lebih penting. Penambahan dana bantuan parpol juga dinilainya akan kontradikttif dengan kinerja partai-partai politik dewasa ini. Seperti kita ketahui bahwa korupsi politik sebagai the mother of corruption adalah persoalan utama dan paling mengemuka di Indonesia. Terungkapnya berbagai skandal korupsi yang melibatkan sejumlah politisi membuat publik menilai bahwa parpol belum bersih dari korupsi.
Lihat saja dalam kasus korusi E KTP ada 14 Kader Partai Politik Masuk Daftar kasus tersebut.Walaupun tidak semua dari nama nama yang disebut tersebut terlibat karena bagaimana pun KPK harus membongkar tuntas kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun tersebut hingga sampai semua proses penyidikan selesai dan dibawa ke pengadilan. Publik tentu menyansikan apabila pengungkapkan kasus yang melibatkan sejumlah anggota DPR tidak tuntas apaab di tengah langah Pansus DPR yang sedang berusaha menekan KPK. Kita inginkan sebenarnya program zona parleman anti korupsi bisa berjalan karena selama korupsi yang terkait politisi masih saja marak di negeri ini.
DPR dan Parpol haruslah juga kuat, namun bantuan dana jangan sampai membuka ruang korupsi baru.Korupsi di parlemen itu ‘abusit’ seperti ‘kubangan’ yang tidak pernah selesai selesai terbangun bersih. Walau nampaknya track record politisi belum menjadi prioritas sebagian besar Parpol.
Karena kultur politik di Indonesia, dengan sistem pemilihan proporsional, kampanye lebih didominasi oleh partai bukan kandidat, seperti di Amerika Utara misalnya. Makanya dalam memaksimalkan hasil pemilu umumnya Parpol lebih mengandalkan ketebalan keuangan partai, organisasi jaringan dan mobilisasi konstituen, politik aliran, simbol-simbol atau ikatan tradisional.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan persoalan korupsi politik yang berlatar belakang kebutuhan dana politik bagi partai? Padahal justru di situlah pokok persoalan korupsi politik kita dewasa ini, di samping masalah integritas moral individu politisi kita.Kita lihat saja karena bantuan dana itu belum menjamin hapusnya korupsi terkait partai politik di negeri ini.*