PENGACARA INDRA SAHNUN LUBIS SH.
JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Penegakan hukum di negeri ini masih jauh dari rasa keadilan. Kinerja aparat hukum secara umum sangat buruk dan pemerasan pun merajalela.Melihat fenomena ini, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang juga pengacara senior Indra Sahnun Lubis SH MH, mengaku hatinya miris.
Keadaan ini diperkeruh lagi dengan masalah masyarakat Indonesia yang sedang kasulitan masalah ekonomi dan susahnya mendapatkan Keadilan.Anehnya pemerintah memgklaim bawasanya Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli ) berhasil seperti yang diharapkan.
Pernyataan ini dibantah keras oleh Indra Sanun dengan mengatakan “Saber Pungli tidak berjalan dan gagal karena di lapangan tebang pilih. Saya tidak setuju kalau Saber Pungli ini dibilang berhasil,” kata Indra
Saber Pungli yang selama ini ada sangat dipaksakan. Jika tidak mendapatkan sasaran, masalah lain yang dicari. Malah Saber Pungli menimbukan peluang adanya korupsi, pungli ataupun suap.
Jadi Saber Pungli gagal, tidak berhasil. Karena petugas Saber Pungli jika tidak menemukan orang yang akan di OTT (operasi tangkap tangan) dicari-cari masalah lainya,” tegas Indra.
Sebagai contoh disebut Indra kasus OTT sebuah Koperasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Dikatakan, jika memang ada orang yang akan ditangkap, tangkap saja. Tapi karena tidak ada yang akan di OTT, akhirnya Koperasi Komara yang menjadi Sasarannya.
Uang Koperasi yang jumlahnya ratusan miliar disita dan sampai hari ini belum dikembalikan. Padahal Koperasi ini tidak ada kaitannya dengan keuangan negara.
Indra Sahnun menambahkan, berkaitan dengan masalah ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertanggung jawab menghentikan atau bubarkan saja Saber Pungli ini. Lalu lembaga pengawasan, Inspektorat misalnya, lebih ditingkatka/diperketat.
“Jadi Saber Pungli ini untuk apa? Karena yang ada hanya pemaksakan kehendak, kejar target. Tak berhasil. Sekali lagi saya katakan Presiden harus tanggung jawab.”
Dan Presiden jangan mendengarkan sepihak. Kalau Presiden mau mendengarkan dari orang yang menjadi tersangka, hebat. Saya angkat jempol.
Tapi hal ini tidak mungkin terjadi karena ada orang yang akan dihalangi oleh aparat yang menangani masalah ini.
Masalah KPK
Berkaitan dengan adanya usulan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indra mengatakan, lembaga ini juga tak bersih. Tapi saya tidak setuju kalau dibubarkan, sebab saya salah satunya orang yang ikut membidani lahirnya KPK, sempat sampai ke Hongkong.
Dan adanya hak angket oleh DPR terhadap KPK, saya setuju. Karena dengan hak angket ini KPK bisa mengetahui mana yang benar dan nana yang tidak benar.
Sebagai contoh, Meriyem mantan anggota DPR yang oleh KPK dijadikan tersangka kasus keterangan palsu. Lalu dicari, dikejar untuk ditangkap.
Padahal hakim tidak pernah memerintahkan KPK untuk memeriksa Meriyem sebagai tersangka memberikan keterangan palsu di Pengadilan.
“Sepanjang hakim tidak memerintahkan, itu tidak boleh dilakukan. Disini KPK tidak benar. Tapi pihak Mahkamah Agung kok, diam saja. Tidak memberikan pengarahan,” kata Indra
“Seperti saya katakan di atas, KPK tidak bersih, sebab klien saya, Probosutedjo, uangnya Rp 5 miliar pernah dirampok oleh KPK, dan sampai sekarang tidak dikembalikan. Padahal uang itu dulu untuk menjebak orang Mahkamah Agung. Tapi sayang , Pak Probo diam saja. Takut pada KPK,” katanya.
KPK pernah beli peralatan, termasuk alat-alat sadap dan lainya. Ada yang murah malah beli yang mahal, dari Israel . Kalau tidak salah harganya Rp 35 miliar. Padahal, kalau beli di Rusia atau lainnya hanya Rp 15 miliar.
Dan dalam kasus Gubernur Aceh, Abdullah Puteh ,yang kala itu ditahan KPK, bisa ditangguhkan penahanannya. Namun karena Puteh menyuap panitera melalui Pophon, akhirnya ditahan kembali.
Akan tetapi kalau KPK Harus dibubarkan, bisa saja. Sebab menurut Indra KPK ini kan lembaga sementara. Namun sebelum KPK dibubarkan, diperkuat dulu Kejaksaan dan Kepolisian dalam menangani Korupsi, agar kedua lembaga ini kekuatan/kemampuannya setara dengan KPK yang dibubarkan tersebut.
Personilnya, yang Jaksa kembali kepada Kejaksaan, dan yang polisi dikembalikan pada Kepolisian.
Sementara dipihak Kejaksaan juga dinilai tidak beres.Sebagai contoh, beberapa waktu lalu Kejaksaan sudah menetapkan 14 orang yang akan dihukum mati karena kasus narkoba. Tapi yang dilaksanakan hanya empat orang, sementara anggaran yang dikeluarkan sudah habis, tapi yang 10 orang belum di eksekusi sampai sekarang.
Dalam masalah ini klien kami,Titus, di eksekusi padahal tidak ada bukti. Saksi yang meringankan ditembak mati. Siapapun orangnya, kalau sebelumnya dipaksa mengaku dan disiksa agar mengaku sebagai pemilik narkoba, pasti mengakui nya, termasuk Titus klien kami yang telah di eksekusi mati beberapa tahun lalu.
Melihat fenomena tersebut Indra mengatakan, di saat masyarakat ekonominya susah, keadilanpun sulit didapat. (dm).