JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan dirinya sangat kecewa terhadap kelakuan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), Antonius Tonny Budiyono yang terungkap melakukan korupsi setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pekan lalu.
“Sangat mengecewakan dan perlu saya ingatkan kepada semua pejabat agar tidak melakukan hal itu lagi,” kata Jokowi kepada media, di Monas, Minggu (27/8).
Jokowi juga mengingatkan kepada semua pejabat negara agar tidak melakukan tindakan seperti Tonny sekaligus memerintahkan semua kementerian untuk memperbaiki sistem pengawasan yang ada.
Senada presiden Jokowi, pengacara Hartono Tanuwidjaja SH, MSi, MH, menyatakan turut prihatin terhadap kasus OTT itu.
Keprihatinan Hartono Tanuwidjaja dalam kasus OTT Dirjen Hubla tersebut karena pelaku korupsi yang tertangkap tangan itu adalah seorang Dirjen yang telah mendapat setya lencana kesetiaan dari presiden.
Sebagai seorang Dirjen menurut Hartono, tentu dia sudah melalui uji kelayakan (fit and propertes). Akan tetapi kasus Antonius Toni Budiono sangat memprihatinkan karena menyangkut uang gratifikasi mencapai Rp 20 miliar lebih yang disimpannya dalam 33 box.
“Dalam sejarah, Ini merupakan barang bukti uang terbesar dari hasil OTT KPK,” kata Hartono kepada awak media di ruang kerjanya, baru ini.l
Menariknya lagi menurut Hartono, Antonius Toni Budiono tersebut mempunyai harta kekayaan hanya Rp 2 miliar dan tinggal di Mess Perwira. Tapi yang bersangkutan sering menyumbangkan uang ke gereja yang rusak dan kepada yatim piatu karena Antonius mengaku beragama Katolik. “Tapi perlu digarisbawahi korupsi tidak kenal agama. Namun begitu apakah dia jadi sinterclass. Saya tidak tahu, kata Hartono.
Lagi pula menurut Hartono, di tingkat Dirjen siapa yang mengontrol? Bila ada pejabat yang kekayaannya hanya Rp 2 Miliar namun bisa menyumbang ke gereja dan yatim piatu. Dari mana uang yang disumbangkan tersebut. Apakah ada orang titip amanat? Kalau uang ini uang haram khan gerejanya ikut haram kalau kita tinjau dari segi agama, tambah Hartono.
Antonius, tambahnya, adalah salah satu yang sudah menjadi pegawai negeri antara 20-30 tahun. Dan sudah mendapat setya lencana dari presiden. Tapi yang namanya orang, tadinya dibilang baik hanya dalam.sedetik saja bisa berubah menjadi jahat.
“Memang Antonius sudah minta maaf atas kekhilafannya tersebut tapi persoalannya tidak sampai.disini saja,” kata Hartono.
Di Indonesia, menurut pengaca senior dan juga promotor tinju tersebut, ada banyak koruptor dari waktu ke waktu mendapat hukuman tidak maksimal. Contoh Gayus Tambunan dan jaksa Urip GUNAWAN. Mereka tidak dihukum maksimal dan malah dipotong tahanannya melalui remisi berkali kali. Hingga hukumannya tinggal beberapa tahun dan sebentar lagi bebas.
Melihat fenomena korupsi di negara ini, Hartono menyatakan pemerintah kita sepertinya perlu menerapkan hukum soal efek jera.
Seperti di RRC misalnya, memberlakukan hukuman mati bagi koruptor. Atau kebetulan di Indonesia ini penduduknya mayoritas beragama Islam. Kalau menganut hukum Islam mencuri saja tangannya dipotong. Apa harus seperti ini? Kalau memang demikian silahkan.
Pemerintah melakukan penangkapan dan penghukuman terhadap penjahat tapi tidak menimbulkan efek jera. Kalau mau adakan efek jera ini perlu dibahas dulu secara mendalam sebab ada pro kontra. Sebagai contoh pemberian remisi oleh pemerintah kepada koruptor, ini menimbulkan pro kontra.
Namun jika terhadap koruptor itu diberi tambahan hukuman sosial oleh hakim menurut Hartono cukup baik. Misalnya terhadap terpidana ditambah hukuman untuk mencuci/membersihkan WC atau lain sebagainya untuk cuci dosa.
Contohnya menurut pengacara ini, terpidana almarhum Sutan Batugana. Dia meninggal tapi tidak sempat cuci dosa. “Kalau dia sempat menjalani kerja sosial dia sudah mencuci diri dari dosa,” tandas Hartono.
Selain itu ada lagi teori efek jera versi panglima perang Sun Cu dari Cina. Dalam teori ini disebutkan, untuk membuat monyet jera gunakan cara memotong leher ayam dihadapan para monyet maka monyet monyet itu akan menjadi takut/jera.
Para penjahat sekarang ini menurut Hartono, sudah pintar. Ia contohkan kasus First Travel. Sebelum kejahatannya terbongkar aset aset dari hasil kejahatan tersebut sudah dijaminkan dahulu ke bank. Kalau sudah begini sulit karena bank juga punya alasan melindungi nasabahnya (masyarakat).
Indonesia ini dulunya disebut negara kesatuan. Sekarang sudah menjadi negara kekacauan karena banyaknya kejahatan yang terjadi. Lama lama nantinya akan menjadi negara ketertiban. Tapi akan membutuhkan waktu paling tidak 50 tahun lagi karena mencari pola yang tepat. Amerika Serikat contohnya, negara ini butuh waktu ratusan tahun untuk menjadi negara tertib.(dm)