Oleh : Dr Mulyono D Prawiro
Pada dasarnya setiap orang memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu, dalam menjalani hidup yang penuh ketidakpastian ini. Kehidupan yang luar biasa ini, kadang kita memiliki hari yang baik, dan juga hari yang luar biasa. Tidak peduli seberapa jauh kita telah menapak kehidupan ini, tetapi yang jelas kita selalu mampu mengubah dan memilih jalur yang akan kita lewati. Begitu kita memilih jalur atau jalan yang akan kita lewati, maka kita akan menemukan suara kita, artinya kita menemukan kodrat diri kita dan menemukan anugerah yang luar biasa.
Terlepas dari mana asal-usul kita, di mana posisi kita, yang jelas pertama-tama yang perlu dilakukan adalah dengan mengubah diri sendiri dari dalam menuju ke luar. Seperti halnya dengan karakter, kompetensi, inisiatif dan energi positif, dengan kata lain otoritas moral seseorang yang mampu mengilhami dan mengangkat orang lain yang ada di sekitarnya. Orang tersebut biasanya memiliki gambaran yang jelas mengenai identitas diri yang mengakar pada kesejatian diri, menemukan kekuatan dan bakat, dan memanfaatkannya untuk melayani berbagai macam kebutuhan banyak orang serta memberi hasil yang maksimal. Orang semacam itu tidak mudah tersedot oleh segala kekuatan negatif yang bisa melemahkan semangat untuk merendahkan martabat orang lain yang ada di dalam lingkungannya.
Seorang penulis dan filsuf asal Amerika Serikat bernama Henry David Thoreau dalam tulisannya mengatakan, “Daripada seribu kali memangkas ranting dan cabang pohon kejahatan, akan lebih efektif bila sekali saja dengan cara memenggal akarnya” artinya untuk memecahkan permasalahan yang begitu kompleks dan besar, kita harus mencari dan memenggal akar dari permasalahan besar tersebut. Untuk memenuhi itu semua, diperlukan orang yang bijaksana, mampu mengambil inisiatif dan mengembangkan pemahaman mengenai berbagai kebutuhan orang banyak dan adanya kesempatan yang muncul. Melayani kebutuhan-kebutuhan yang cocok dengan bakat orang yang ada di sekitarnya, sehingga mereka benar-benar termotivasi dan akhirnya bisa menyumbangkan hasil pemikirannya kepada orang lain. Dengan kata lain, seseorang tersebut telah mampu menemukan dan memanfaatkan suaranya dengan baik.
Dengan demikian mereka telah mengilhami dan melayani banyak orang, dan menerapkan prinsip yang menentukan pertumbuhan dan kesejahteraan ummat manusia dan organisasi, yaitu prinsip-prinsip yang bisa menarik segala hal yang terbaik dari seseorang “pribadi utuh” dari tubuhnya, dari pikirannya, dari hatinya dan dari jiwanya. Tidak banyak orang yang mampu dan bisa menginspirasi orang lain, meskipun dalam dirinya sebenarnya memiliki potensi untuk itu. Jauh di dalam hati setiap orang ada kerinduan yang mendalam untuk menjalani kehidupan yang hebat, agung dan memberi sumbangan nyata bagi orang lain. Bila seseorang bisa menginspirasi banyak orang, maka itu sungguh-sungguh merasa penting, dan akan mampu membuat perbedaan yang benar-benar nyata.
Banyak orang yang meragukan kemampuan dirinya sendiri untuk melakukan hal itu. Namun Stephen R Covey meyakinkan kepada kita semua, bahwa dalam menjalani hidup ini, kita semua memiliki potensi di dalam diri kita, karena itu merupakan hak yang dimiliki sejak lahir, dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kita sebagai mahkluk-Nya. Bila kita ada yang telah berakhir masa tugasnya sebagai pemimpin, dengan telah berupaya untuk melembagakan prinsip-prinsip kepemimpinan ke dalam struktur, sistem, dan proses-proses di dalam organisasi, agar jalannya organisasi tidak melenceng dari arah dan tujuan organisasi yang telah digariskan, maka akan lebih baik bila memberikan pewarisan kepemimpinan kepada satu generasi kepemimpinan itu ke generasi kepemimpinan berikutnya. Hal ini bisa diibaratkan mewariskan kepemimpinan dari seorang ayah kepada anaknya. Ini bukan berarti harus menjadi tradisi masa lalu, melainkan pengalamam seorang ayah harus terus diwariskan kepada anaknya sebagai penerus tongkat kepemimpinan.
Ketika seseorang itu menghargai, menghormati dan menciptakan cara bagi orang lain untuk memberikan suaranya, kepada kodrat mereka, yaitu secara fisik, mental, emosional dan spiritual, maka kecerdasan, kreativitas, gairah hidup, bakat dan motivasi yang masih laten dalam diri manusia menjadi merebak ke luar dan akhirnya bisa berkembang. Organisasi-organisasi yang mencapai jumlah orang yang cukup banyak, yang bisa mengungkapkan suara merekalah yang akan mencapai terobosan ke tingkat produktifitas yang jauh lebih tinggi, inovasi dan kepemimpinan di masyarakat.
Seorang dosen dari San Jose State University, California, Dr. Walter Gong mengajarkan “How to Improve Your Teaching” atau bagaimana meningkatkan pengajaran Anda. Salah satu trik yang diajarkan adalah merumuskan prinsip, yaitu “Cara terbaik untuk membuat orang belajar adalah mengubahnya menjadi pengajar”. Dengan demikian jika seseorang akan memperajari materi apapun dengan cara terbaik, maka mereka harus mengajarkannya. Bila seorang dosen ingin mengubah mahasiswanya, maka mereka akan mendapatkan leverage atau pengungkit, yaitu suatu peningkatan kinerja atau prestasi. Dengan adanya pengungkit tersebut, hal ini bisa diibaratkan memindahkan titik tumpu dari pengungkit. Kesediaan seorang dosen atau pengajar untuk berbagi itu juga akan menjadi dasar bagi pembelajaran, komitmen dan motivasi yang lebih mendalam, membuat perubahan menjadi sesuatu yang menarik.
Penyair asal Jerman, Johann Goethe menulis, “Pengetahuan diri paling baik dipelajari, bukan dengan renungan atau meditasi, melainkan dengan tindakan. Berusaha keraslah untuk melakukan tugas Anda dan Anda akan segera tau orang macam apa Anda”. Sementara Stephen R. Covey mengingatkan kepada kita semua, bahwa mengetahui tetapi tidak melakukan sebenarnya sama saja dengan tidak mengetahui, dan belajar tetapi tidak melakukan adalah tidak belajar. Dengan kata lain, memahami sesuatu, namun tidak menerapkannya, sama saja dengan tidak memahaminya sama sekali. Lain halnya dengan kata-kata Abraham Lincoln : Ajaran-ajaran yang berlaku di masa silam yang tenang tidak cukup lagi untuk menghadapi kehidupan masa kini yang ditandai dengan berbagai goncangan.
Untuk itu kita harus berpikir secara baru, mengembangkan bukan hanya perangkat pikir baru, tetapi juga perangkat keahlian baru, peralatan baru yang muncul dari keahlian tersebut. Hal ini terlihat sulit dilakukan, dan akan memaksa setiap orang ke luar dari zona kenyamanannya, namun bila itu dilakukan maka akan muncul realitas baru dan tantangan baru serta memasuki kemungkingan-kemungkinan yang tidak terbatas. (Penulis adalah Dosen Pascasarjana, Anggota Senat Universitas Satyagama dan Universitas Trilogi, Jakarta)