JAKARTA-(TERBITTOP.COM)-Tuntutan Jaksa satu tahun penjara terhadap Steven diangggap terlalu berat dan tidak adil. Karenanya. pengacara Ir Tonin Tahcta Singarimbun SH, memohon kepada majelis hakim agar kliennya divonis dengan hukuman seringan-ringannya.
Ungkapan pengacara Tonin T Singarimbun ini, dikemukakan kepada majelis hakim yang diketuai Agustinus Setya Wahyu T SH MH, ketika membacakan nota pembelaan, di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa lalu.
Pengacara Ir Tonin T Singarimbun SH, selaku kuasa hukum terdakwa yang bernama lengkap, Liong Sauw Khim alias Steven mengatakan dalam pledoinya bahwa perbuatan yang didakwakan jaksa kepada kliennya tidak terbukti.
Karenanya pengacara ini memohon kepada majelis hakim Untuk menolak surat tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU); Mengabulkan eksepsi terdakwa dan agar terdakwa diputus bebas (vrijspraak).
“Atau setidak-tidaknya, perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum ( onslaag van racht vervolging),” kata Tonin.
Dan Apa bila majelis hakim berpendapat lain, maka dimohon untuk memberikan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa, yaitu hukuman pidana percobaan.
Pemintaan/permohonan yang dilakukan Pengacara Ir Tonin T Singarimbun SH, Ananta Rangkugo Singarimbun SH dan Dendy Emanda SH dari “Andita’s Law Firm” ini tentu saja mempunnyai alasan.
Dasarnys antara lain dinyatakan, selama persidangan terdakwa Steven berlangsung, berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ditambahkan Tonin Singarimbun, tidak ada seorang saksi yang melihat kejadian pemukulan dan seandainya ada pengakuan dari Yoeyen Sisca alias Sania yang melakukan terdakwa Steven didukung dengan Visum Et Revertum (VER) telah disebut dalam dakwaan dan surat Penuntutan, maka sudah sepatutnya majelis hakim akan menyatakan perbuatan pidana tidak menuhi dua alat bukti, quod non.
Dengan demikian juga pemukulan yang dilakukan terdakwa Steven terhadap korban Sania yang hanya didukung dengan oleh VER dan seorang saksi Jopie tanpa ada alat bukti lainnya, maka sudah sepatutnya pula majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa sebagai akibat tidak terbukti dakwaan secara sah dan meyakinkan.
Pengakuan korban Sania, di pukul setelah ditarik dari mobil oleh terdakwa Steven dan keterangan saksi lain Franciscus Gozal alias Yopie mengatakan, pemukulan/ penamparan terjadi saat korban masih berada di dalam mobil dan dilanjutkan setelah korban ditarik keluar oleh terdakwa.
Dalam keadaan ini maka permintaan maaf oleh saksi kepada terdakwa terjadi sebelum keluar mobil atau selagi masih didalam mobil, sementara saksi Yopie ada didalam mobil. Tapi dalam keterangannya tidak menerangkan tentang itu dalam BAP. Dan didalam persidangan pun tidak ada pembatalan isi BAP mengenai keterangan korban dan saksi Yopie.
Karena itu, pengacara terdakwa meminta kapada hakim majelis untuk menggunakan pasal 174 UU NO. 8 tahun 1981 jo pasal 242 KUHP terhadap pemberi keterangan palsu tentang korban dalam keadaan sadar atau pingsan dengan alasan, keterangan korban dalam BAP No. 19 mengatakan,. “Saya baru ingat/sadar pada hari Rabu tanggal 24 Agustis 2016 sekitar jam 00.30 wib sesampainya di apartemen saya”.
Dalam sidang yang diketuai oleh hakim Agustinus tersebut, saksi Budiyono dalam BAP No. 6 mengatakan, “Bahwa saya tidak memperhatikan korban Sania terluka atau tidak, setahu saya ketika didalam mobil Yopie sambil mengemudi berbicara memenangkan Sania untuk bersabar.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka Surat Tuntutan JPU harus ditolak karena tidak mendasar kepada hukum pidana setelah dibandingkan dalil hukum terdakwa yang dalam hal ini melakukan pembelaan diri, karena penganiayaan yang didahului oleh korban dengan cara mencakar, menggigit, memukul dan menendang.
Karena terdakwa melakukan pembelaan diri dari serangan korban, dan tidak adanya alat bukti yang dapat diakui guna menuhi ketentuan minimum dua alat bukti, yaitu VER, sehingga hanya ada satu alat bukti, majelis hakim tidak dapat memberikan keputusan sebagai mana ketentuan KUHAP pada pasal 183.
Juga tidak adanya bukti yang dihadirkan JPU di persidangan serta BAP yang menjadi dasar dakwaan tidak sempurna, maka majelis hakim dimohon untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Steven seperti di atas.
Seperti diketahui baik terdakwa Steven ataupun korban Sania , dalam hal ini sama sama menjadi terdakwa di pengadilan. Oleh JPU masing masing dituntut hukuman selama satu tahun penjara karena didakwa melakukan penganiayaan.
Peristiwa itu terjadi pada 23 Agustus 2016 di parkiran gedung Plaza Senayan Jakarta Pusat. Sidang ditunda satu minggu untuk replik Jaksa.
“Sayang sekali saya masuk sebagai penasihat hukum setelah tuntutan Jaksa. Kalau dari awal.saya bela tidak begini tingginya tuntutan itu,” kata Tonin di luar ruangan sidang kepada pers.(dm)