Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Ali Mukartono SH MH (kanan) saat memberikan penjelasan terkait gebrakan pidana umum dalam penyidikan kasus dugaan ilegal Logging di ruang kerjanya, Rabu (6/12).
PALEMBANG-(TERBITTOP.COM)-Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melakukan gebrakan dalam penanganan perkara pidana umum. Untuk pertama kali bagian Pidana Umum mengeluarkan SPRINT DIK (Surat Perintah Penyidikan) untuk membongkar kasus dugaan ilegal logging dengan dua tersangka yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin.
Kasus tindak pidana kehutanan ini menjerat pengusaha dua pimpinan UD Ratu Cantik Rafik bin Tohir, pemilik perusahaan pengolahan kayu atau Samill, RC di Sumatera Selatan sebagai tersangka dan sudah ditahan di dalam Rumah Tahanan Kelas I Pakjo sejak Selasa (21/11).
“Mungkin ini juga untuk pertama-kalinya di Indonesia bidang Pidum Kejaksaan bisa menyidik ilegal logging,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Ali Mukartono kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (6/12) Pekan lalu.
Menurut Ali Mukartono kewenangan Pidum bisa menyidik diatur dalam pasal 39 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.Disebutkan pasal 39 huruf b tersebut mengatur dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum wajib
melakukan penyidikan paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
“Jadi kami selaku penuntut umum bisa menyidik dan sampai saat ini kami baru menyidik ilegal logging. Tapi tidak menutup kemungkinan kami akan sidik korporasinya dan juga tindak pidana pencucian uangnya,” kata Ali Mukartono.
Selain itu, tutur mantan Direktur Orang dan Harta Benda pada JAM Pidum ini, pihaknya masih menyidik dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ilegal logging tersebut.
“Jadi kemungkinan tersangka bertambah bisa saja,” kata Ali seraya menyebutkan kalau pihaknya juga telah melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap sejumlah dokumen penting di perusahaan kedua tersangka.
Ali menambahkan, kasus ini berawal 8 Maret 2017 ketika petugas dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) mendapatkan informasi terkait adanya kayu keluar dari kawasan Hutan Lalan melalui Sungai Merang. Atas informasi tersebut, tiga polisi kehutanan lalu mengecek lokasi dan menelusuri arah kayu itu, yang diketahui diantarkan ke sawmil (tempat pemotongan) milik perusahaan UD Ratu Cantik.
Modusnya dengan mengubah status kayu curian hasil pembalakan liar seolah-olah menjadi kayu yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga. Selain itu, tersangka diduga melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa dilengkapi dokumen yang sah, hanya menggunakan nota angkut.
Tersangka diancam pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.Tersangka dikenakan pasal 87 ayat (1) atau ayat (4) Jo, Pasal 12 huruf k, i dan m, UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, Jo Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP.
“Saat ini, tersangkanya pemilik perusahaan Sawmill, nanti kita akan bidik juga korporasinya,” ungkap Ali.
Menjawab soal kewenangan tersebut Ali mengatakan, pasal 39 huruf b tersebut mengatur dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum wajib melakukan penyidikan paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Selain itu, tutur mantan Direktur Orang dan Harta Benda pada JAM Pidum ini, pihaknya masih menyidik dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ilegal logging tersebut.
“Kita masih kembangkan keterlibatan pihak lain,bukan tidak mungkin tersangka bertambah,”ujarnya.
Disebutkan dalam Pasal 39 Untuk mempercepat penyelesaian perkara perusakan hutan: a. penyidik wajib menyelesaikan dan menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dimulainya penyidikan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari; b. dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum wajib melakukan penyidikan paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari;
c. penuntut umum wajib melimpahkan perkara ke pengadilan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak selesai penyidikan; d.untuk daerah yang sulit terjangkau karena faktor alam dan geografis atau transportasi dan tingginya biaya dalam rangka penjagaan dan pengamanan barang bukti, terhadap barang bukti kayu cukup dilakukan penyisihan barang bukti yang disertai dengan berita acara penyisihan barang bukti; dan e. instansi teknis kehutanan wajib menunjuk ahli penguji dan pengukur kayu yang diminta penyidik dengan mempertimbangkan.(haris)