Kehadiran TP4 dan TP4D sejak 2015 telah mendapat kepercayaan dan apresiasi dari berbagai kalangan. Terbukti saat ini semakin banyak kementeriaan, BUMN,BUMD maupun Kepala Daerah yang meminta pendampingan TP4D untuk mengawal proyek atau kebijakan yang mereka buat. Latar belakang permintaan pengawalan karena pihak merasa tenang, nyaman tanpa merasa terancam dan terganggu oleh yang pihak yang mencoba menyimpang. Karena kehadirannya bisa meminimalkan penyelewengan dan korupsi yang kerap terjadi di pusat dan daerah. Walaupun ada juga pihak yang masih tidak berkenan didampingi TP4 atau TP4D, padahal pendampingan tersebut tidak dikenakan biaya apapun.
TP4 adalah proses penegakan hukum dalam bentuk pencegahan terhadap potensi korupsi yang merugikan keuangan negara. Data yang dapat diperoleh penulis sejak tahun 2015-2018 kegiatan TP4 (Tim Pengawal Dan Pengamanan Pemerintahan Pusat) serta TP4D menunjukan peningkatan kegiatan yang signifikan. Untuk priode januari hingga bulan Nopember 2018 TP4 mempunyai 54 kegiatan dengan anggaran proyek yang dikawal mencapai Rp23.430.551.424.966. Sedangkan kegiatan TP4 dan TP4D berjumlah Rp598.381.041.296.149 dengan jumlah pekerjaan sebanyak 4.958.
Kehadiran TP4 dirasakan berkontribusi positif dalam mendorong efektifitas penyerapan anggaran yang pada tahun 2017 dan 2018 dapat mencapai realisasi sebesar 93,7 persen diiringi dengan peningkatan kualitas pekerjaan serta tidak terjadinya lagi problem klasik menumpuknya SPM pada akhir tahun. Dengan jumlah permohonan pada tahun 2017 mencapai 10.270 kegiatan nilai kegiatan telah melebihi Rp. 977 Trilyun.Sebelumnya pada kegiatan tahun 2016, ada 10.143 kegiatan dengan nilai proyek mencapai Rp67.093 triliun.
Untuk kegiatan di tahun 2018 sudah berjalan berbagai proyek dari berbagai Kementerian diantaranya proyek strategis nasional dan proyek yang dinilai pelaksana pembangunan sebagai proyek strategis. Bahkan proyek yang terbaru dikawal dari PT Angkasa Pura terkait overlay Runway Sisi Utara dan Taxiway sisi utara Bandara Soekarno Hatta, proyek kegiatan penyediaan air minum (SPAM Regional Jatiluhur Pada Perum Jasa Tirta II serta proyek dari PT Jakarta Propertindo senilai Rp7 triliun.
Dalam empat tahun terakhirnya ini kegiatan TP4 dan TP4D lebih fokus kepada pengawalan belanja negara, mengawal berbagai proyek infrastruktur pusat maupun daerah. Dari berbagai paparan TP4 dan TP4D yang penulis kunjungi di 12 Kejaksaan Tinggi sejak tahun 2017/2018 telah memberikan kontribusi yang besar dan menekan penghematan keuangan negara, sehingga kedepan sebenarnya fungsi TP4 bisa ekspansi, tidak saja mengawal belanja negara, tetapi kepada penerimaan negara.
Apakah fungsi ini kedepan akan bisa diberdayakan sangat tergantung kemauan pemerintahan dan kejaksaan sendiri? Inilah potensi yang perlu digelorakan karena selama ini mengawal belanja negara sudah memberikan hasil positif. Apalagi di sektor penerimaan negara masih terjadi kebocoran.
Hasil penerimaan negara di beberapa sektor sering ditengarai masih terjadi kebocoran, seperti di sektor pemasukan dari Pajak. Walaupun, berkaca dari pengalaman di sektor pengelolaan perpajakan selama ini, memang masih banyak sekali kelemahan termasuk di dalamya tata kelola perpajakan yang masih dinilai rentan terhadap fraud dan korupsi.
Persoalan kebocoran anggaran negara ternyata tak hanya terjadi di sisi belanja,potensi kebocoran yang bahkan jauh lebih besar justru terjadi di sisi penerimaan. “Penerimaan pajak dan hasil sumber daya alam seperti minyak dan gas serta mineral dan pertambangan merupakan lahan subur korupsi”. Dengan kebutuhan biaya pembangunan yang terus membesar dan tuntutan keadilan yang kian kuat, sumber kebocoran di sisi penerimaan harus lebih dicermati.
Kejaksaan selayaknya melihat masalah ini sebagai bagian persoalan keuangan negara yang harus diselamatkan,agar penerimaan negara tidak terjadi kebocoran ataupun di korupsi. Mengutip kajian KPK tahun 2018 menemukan adanya potensi pendapatan yang hilang hingga mencapai nilai Rp 24 triliun lebih di sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Bahkan, ada potensi pendapatan yang hilang hingga sebesar US$ 169 juta atau Rp 2 triliun lebih per tahun, hanya dari setoran satu perusahaan tambang.
Selama empat tahun ini penerimaan negara dari royalti sektor minerba jauh lebih kecil dari yang seharusnya diterima. Potensi kebocoran anggaran lainnya yang memungkinkan adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA) baik tambang maupun kekayaan non-tambang lainnya yang selama kita ketahui sangat bergantung kepada kesepakatan kontrak yang sudah ditanda-tangani.
Belum di beberapa sektor lainnya,seperti kebocoran barang impor banyak diungkap di sektor migas dimana devisa hasil ekspor tak seluruhnya kembali ke dalam negeri. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa pada akhir Juni 2018 adalah sebesar 119,84 miliar dolar AS atau terus menurun sejak Desember 2017,sebagai salah satu sumber penerimaan devisa negara. (lihat Berita Antara 02-8-2018).
Pemerintah terus melakukan upaya meminimalisir kebocoran dan meningkatkan pendapatan negara dari penerimaan bukan sekedar penerimaan pajak tetapi juga bukan pajak. Berdasarkan paparan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya isu kebocoran penerimaan negara merupakan hal sensitif yang sangat fundamental apalagi sudah diuraikan dalam laporan audit BPK,harus mendapatkan perhatian dari penegak hukum termasuk Kejaksaan.
Optimalisasi kejaksaan harus memberi arah baru terhadap permasalahan hasil penerimaan keuangan negara,tidak saja belanja negara.Fungsi kejaksaan lewat TP4 menjadi garda terdepan sesuai amanat prevention of corruption criminal system dalam pencegahan terjadinya korupsi. Inilah ekspansi baru TP4 kedepan mencegah kebocoran penerimaan keuangan negara.
Semakin hari kita lihat korupsi di negeri ini semakin merajalela. Kejahatan yang tergolong luar biasa itu bukan sekadar mengantongi uang negara dengan cara-cara sistematis namun ilegal. Bahkan dengan kolaborasi di antara penyelenggara negara dan kalangan swasta dana penerimaan negara berhasil dikorup.
Sudah ada KPK,Kepolisian dan Kejaksaan dengan bermacam sistem pencegahan, tetap saja korupsi terus beranak pinak. Disinilah peran baru TP4 memetakan dan mengawal penerimaan negara baik sektor migas, pertambangan, perolahan pajak serta sumber devisa lainnya dari berbagai sektor penerimaan negara guna mencegah menguapnya atau kebocoran dalam penerimaan keuangan negara.(Penulis : Haris Fadillah SSos.MSI-Mantan Pengurus PWI Pusat-Pelindung FORWAKA Kejagung)