Koordinator TPDI Petrus Selestinus SH
JAKARTA-(TERBITTOP.COM) Koodinator TPDI Petrus Selestinus SH menilai, perubahan atas Undang Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan) sama sekali tidak mengganggu Tupoksi dan kewenangan Polisi.
“Dalam penelitian berkas tindak pidana wajar jika jaksa mensupervisi hasil penyidikan polisi.Karena jaksa lah yang mempertahankan dan bertanggung jawab atas hasil kebenaran penyidikan polisi,” kata Petrus Selestinus kepada terbittop di ruang kerjanya,jumat (11/9).
Dalam rancangan perubahan Draft RUU Kejaksaan kata Petrus wajar jika kejaksaan melaksanakan supervisi terhadap hasil penyidikan kepolisian karena kejaksaan akan bertanggung jawab atas kebenaran dan membuktikan di persidangan.
“Jika di dalam menyusun dakwan diilihat ada penyidikan polisi kacau balau, jaksa berhak memberikan petunjuk dan bahkan menghentikan kasus tersebut,” kata Petrus Selestinus.
Namun sebaliknya jika jaksa menerima mentah mentah perkara, jaksa bisa dipermalukan oleh polisi karena ada juga polisi suka “nakal”..
“Jadi wajar hasil.penyidikan dari polisi di supervisi oleh jaksa,” urai Petrus Selestinus.
Selain itu kata Petrus yang menyelamatkan muka kepolisian dalam proses peradilan pidana adalah kejaksaan. Kenapa, hasil penyidikan polisi itulah menjadi ujian di dalam persidangan terbuka untuk umum.
Bahkan banyak hakim menyuruh memanggil polisi penyidik untuk mengklarifikasi berita acaranya.
Petrus menilai.meski belum seluruhnya membaca RUU Kejaksaan namun dia berharap RUU itu jangan memperlemah posisi kejaksaan sebagai penyidik, penuntut sekaligus sebagai eksekutor dalam penanangan perkara.
“Justru diamandemen itu untuk memperluas posisi kejaksaan,” tegasnya.
Petrus mengatakan revisi atas UU Kejaksaan saat ini memang sedang bergulir di DPR.Usulan revisi telah sampai di Badan Legislasi (Baleg) DPR dan sedang tahap sinkronisasi atau harmonisasi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Petrus Selestinus yang juga Politisi dan Advokat Senior, memang Wakil Jaksa Agung qmenyampaikan pandangan Kejaksaan dalam Rapat Kerja bersama pada Rabu (2/9).
Jika membaca isi draf RUU yang beredar seolah olah permintaan amandemen kejaksaan menginginkan kewenangan seperti superbody, tapi itu tidak begitu. Karena kita ketahui.UU Kejaksaan itu sudah usang harus disesuaikan dengan situasi dan perkembangan yang ada sekarang.
“Perubahan perubahan itu wajar saja kan tidak berlebihan asal jangan jadi superbody,” urainya.
Petrus menambahkan lahirnya RUU kejaksaan harus membuat kejaksaan jadi gagah.
“Jangan sampai UU Kejaksaan diganti tetapi jati diri jaksa malah berubah memperlemah. Saya membaca Draff di pasal 2 malah jati diri jaksa malah memperlemah digeser menjadi alat kekuasan kehakiman “jelasnya.
“Saya menilai Dalam draf di pasal 2 Kejaksaan malah menurunkan jati diri jaksa.Tadinya dibawah kekuasan eksekutif di dalam hukum kini diubah akan menjadi kekuasaan yudikatif dibidang eksekutif, inikan memperlemah jati diri kejaksaan,” ujar nya.
Hakekatnya kata Petrus pasal.2.di UU 2014 sudah disebutkan posisi kejaksaah seharusnya jati diri kejaksaan tidak boleh berada di dalam kekuasan pemerintah dan kekuasan lainnya termasuk kekuasan kehakiman.
Mestinya pasal 2 di UU 2014 tersebut tidak perlu diubah jika ditafsirkan di pasal.24 UUD 45 kedudukan kejaksaan tetapi dengan draft RUU baru itu menunjukkan posisi kejaksaan bisa turun pangkat. Karena dalam pasal.24 UU.Kejaksaan.bicara tentang badan badan peradilan dan badan badan peradilan itu di bawah Mahkamah Agung.
“Mungkin tujuan baik tetapi rumusannya kalimatnya tidak tepat. Kalau.masuk di awal dengan lembaga peradilan maka.posisi dan jatih diri jaksa malah turun..Posisi kejaksaan harus tetap merdeka. Kalau induk posisi dan kedudukannya berubah malah memperlemah nantinya.
Hakekatnya kedudukan kejaksaan harusnya mempresentasikan posisi yang merdeka dan tidak boleh dalam pengaruh kekuasan pemerintah dan lainnnya.
Sebenarnya kalau mau serius merubah UU Kejaksaan Petrus menilai kuatkan posisi kejaksaan sepenuhnya kembali dan bubarkan lembaga ad hok seperti KPK.
Artinya jika RUU kejaksaan baru dibahas dan disahkan mestinya membuat lembaga ini menjadi lebih gagah dan jangan turun pangkat.
Intinya pembahasan RUU-Kejaksaan harus dijadikan sebagai momentum untuk membenahi criminal justice system di Indonesia.
Untuk itu tegasnya rumusan RUU Kejaksaan dapat menjadi refresentasi kekuasaan eksekutif dibidang yudikatif. Jangan sampai dibalik posisi kekuasan kehakiman dibidang eksekutif berarti menggeser posisi kejaksaan dibawah mahkamah agung untuk mengurus penuntutan.(haris)