By ronny chandra
2024 masih berjalan empat tahun, Tahun penentu siapa yang akan memimpin Indonesia calon pengganti Presiden Joko Widodo. Andai aral melintang, latah opportunis politik kekuasaan tidak mengutak-atik amanat undang-undang dua priode jabatan Presiden–jadi tiga priode.
Karena wacana menggadang-gadangkan jabatan Presiden Jokowi tiga priode itu, sudah bergulir ditiup politisi Partai. Yang kemudian diresfon Jokowi, wanana multi effek ‘cari muka’.
Namun demikian, benih opportunis politik menginginkan jabatan Presiden tiga priode itu sudah disenandungkan. Tinggal vanisment publik, seperti apa menyikapi ide politik terkesan banyolan itu.
Setidaknya, walau masa pergantian Presiden masih berjalan empat tahun, riak birahi menyodorkan diri berkeinginan jadi Presiden, atau kekuasaan mencapai RI 1 ini.
Masing-masing jago sudah pasang ancang-ancang, walau masih sebatas menggunakan kacamata kuda. Hanya, tak ada kata pasti apa yang dapat dijadikan parameter publik para jagoan calon Presiden itu. Jika terpilih memimpin Bumi Indonesia. Bisa melepas jeratan kekuasaan individu serta kepentingan golongan.
Karena berkaca dari analog bagaimana parameter masyarakat luar negeri, memilih dan melihat calon-calon pemimpin ketika menjagokan seseorang.
Sebelum itu, mereka sudah tergambarkan oleh kreteria sosok calon yang dipandang dari asfek ekonomi pribadi calon Presiden mampukah, pendidikan, pengalaman memimpin, atau inteligensi brilian visi-misi memajukan negara selaku tulang punggung.
Karena dari situ, mereka yakin andai dipilih dapat mensejahterakan bangsanya.
Antara lain, cerminan masyarakat Amerika memilih Presiden Joseph Robinette Biden, Jr.BA, JD. Pengganti Donald Trum. Mengapa, ternyata Biden, selain berstatus seorang Pengacara, ia juga politikus yang telah menduduki dua priode sebagai Wakil Presiden masa Jabatan Presiden Barack Obama dari Tahun 2008.
Bahkan Biden, sejak usia 29 tahun telah terpilih menjadi Senat Amerika. Dari deretan pengalaman panjang ini, Biden kemudian mendapatkan amanah rakyat Amerika menduduki jabatan Presiden AS, walau telah berusia 78 Tahun.
TERKOTAK MASA LALU
Analogi parameter masayarakat AS menjatuhkan pilihan Presiden mereka karena berstandart akan kualitas seseorang. Bukan oleh kuantitas pemilih tanpa intlektual oleh birahi opporrtunis politik individu dan golongan.
Karena parameter itu, menentukan nasib bangsa dan kemajuan sebuah negara. Perbedaan mencolok ini, jauh panggang dari api keberadaan pemilih negeri ketika melihat dan memilih calon Presiden.
Karena kuantitas lebih utama dari pada intlektual dapat menentukan seseorang jadi Presiden. Akibat dominasi kepentingan kekuasaan individu serta golongan, mengemuka dijadikan parameter. Sebagai ajang penerus warisan masa lalu yang penuh sengkarut kepemimpinan.
Maka sudah menjadi rahasia umum siapa saja yang jadi pemimpin negeri, kesejahteraan masyarakat terbelakangkan, korupsi dimana-mana.
Tak penting parameter intlektulitas latar belakang penunjang calon pemimpin, yang penting kuantitas pemilih dari golongan Partai Politik dapat memenangkan kontestasi pemilihan Presiden.
Rakyat tak ubah, hanyalah kambing hitam. Karena semua pesta rakyat atau Pemilu baik Pemilu Presiden, Legeslatif, Pilkada dan Pilwakot. Dimenangkan atas nama pilihan rakyat. Namun rakyat yang mana, golongan Partai Politiklah yang tau.
Rakyat, hanya terbawa situasi mengaminkan situasi yang terjadi. Sebab, peninggalan rezim kepemimpinan masa lalunya, tak akan dapat merubah dikekuasaan pemimpin baru. Yang tak cukup, rentang waktu lima sampai sepuluh tahun masa kepemimpinan menjadikan warisan modal berbenah kesejahteraan rakyat, dan membangun negara.
Jika tidak semakin jauh terperosok, bisa jadi mendatangkan pergunjingan baru membebani masyarakat. Allahu Wa’lam Bishowab, rentang waktu yang akan menjawab, sosok pemimpin yang mana yang akan jadi memimpin Indonesia atas dasar pilihan rakyat.*