Foto/SINDONews/Dok/Ilustrasi
CIANJUR-(TERBITTOP)-Kejaksaan Agung diam diam menyelidiki dugaan penyimpangan perampasan hak masyarakat berupa tanah garapan diatas lahan tanah HGU yang berlokasi di Desa Batulawang Kecamatan Cipanas dan di Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi serta di Desa Sukanagalih Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Perampasan tanah oleh ‘mafia tanah’ diduga dibiaya oleh Perusahan Perkebunan sempat dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksan Dr Amiryanto SH saat dikonfirmasi Terbittop tidak membantah ada penyelidikan kasus mafia tanah di kawasan kebun teh Cianjur dan telah menurunkan Tim Jaksa untuk memeriksa dan membongkar kasus mafia tanh di perkebunan teh dan telah meminta keterangan sejumlah kepala desa bertempat di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat 18 April 2022 lalu termasuk pejabat perkebunan serta Badan Pertanahan serta perusahaan terkait di Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
“Benar mas, tetapi masih pengumpulan data,” jelas Amiryanto SH singkat saat diminta konfirmasi beberapa waktu lalu.
Sementara itu dari keterangan yang dihimpun kasus ini bermula ketika Forum Masyarakat Peduli keadilan Cianjur mengadukan kepada Presiden serta Jaksa Agung adanya dugaan keterlibatan mafia tanah di dalam perampasan tanah garapan datas lahan tanah HGU yang terindikasi sebagai tanah terlantar.
Berdasarkan data yang diperoleh Kejaksaan Agung menurunkan dua Jaksa Robert M Tacoi SH MH (Koordinator pada Direkur C) dan Muhamad Ali Akbar SH MH (Kasubdit SDA dan Agraria /Tata Ruang) untuk melakukan pemeriksaan kasus ini.
Kumpulan masyarakat di sejumlah Desa di Cianjur tersebut meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi karena mereka telah diusir seara paksa oleh pihak Perusahaan perkebunan dengan menggunakan tangan preman dan oknum Polisi.
Dalam surat terbuka kepada Presiden 27 Januari 2022, Forum Masyarakat Peduli Kedilan menyebutkan kumpulan masyarakat itu adalah petani penggarap di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT MPM sejak tahun 1990 karena lahan tersebut tidak digarap dan tidak dikelola perusahaan perkebunan sebagaimana izin yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional sehingga pada 17 Agustus 2010 HGU perusahaan tersebut sudah dinyatakan sebagai tanah dengan terindikasi tanah terlantar oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional Jawa Barat
Sekain itubdisehutkanb terindikasi SHGU tanah tersebut telah dipergunakan sebagai hak tanggungan di Bank Mayapada Inernasional.Pada tahun 2011 Kanwil BPN Jabar telah menetapkan HGU atas nama PT MPM sebagai objek tanah terindikasi terlantar sesuai surat Keputusan Kakanwil Jabar tertanggal 22 Februari 2011 dan Panitia C juga merekomendasikan agar Kanwil BPN Jabar memberikan peringatan karena belumnya tanah dimanpatkan sesuai peruntukkan.
Kemudian disebutkan teah dilaksanakan hasil ekspose di BPN Pusat dimana Kanwil BPN Jabar seuai identifikasi surat BPN Jabar disebutkan tanah yang dimanpaatkan masyarakat seluas lebih kurang 958,3950 Ha dan dimanpaatkan perusahaan perkebunan seluas lebih kurang 62,5014 Ha. Dimana SHGU atas perusahaan MPM sudah beakhir pada 21 Juli 2022.
Kumpulan warga di lokasi lahan garapan meminta Presiden dan Jaksa Agung untuk mengungkap kasus ini dan memberantas praktik mafia tanah dan juga disinyalir ada dugaan keterlibatan aparat BPN setempat dalam kasus ini.
Sejauh ini belum ada penjelasan resmi dari Kejaksaan Agung sejauh mana langkah penyelidikan yang dilakukan itu apakah layak atau tidaknya ditingkatkan ke tahap penyidikan. (ris)