Jumpa dengan Penulis Buku Pancasalah Menteri BUMN Di di era Kabinet Gotong Royong Ir H Laksamana Sukardi (kanan)
Membaca Buku tipis Panca Salah hanya 79 halaman yang disusun oleh Menteri BUMN di era Kabinet Gotong Laksamana Sukardi benar benar saya terkesima, apalagi saya dapat kehormatan bincang bincang berdua beliau sambil ngobrol sersan (serius tapi santai) di kediaman Jalan Birah Kebayoran Jakarta, Selasa (30/8) pagi pekan lalu.
Buku ini memang tipis tapi isi bukunya sangat padat berisi dan menguraikan inti pikiran beliau terhadap perkembangan dan kemunduran negara dewasa ini.
Mantan Menteri BUMN ini adalah politikus hebat sudah famous namanya. Saya mengenalnya lebih kurang 15 tahun lalu karena pemikirannnya yang ingin sistem mengapus faham feodal di negeri ini.Saya setuju dan mendukung karena sistem feodal merusak tatanan negara sehingga saya waktu itu bergabung dalam satu gerbong di PDP.
Selain itu saya kagumi beliau adalah sikapnya yang nasionalis memiliki pemikiran yang jauh kedepan dan tak jarang meninggalkan generasi sebayanya. Saat itulah saya mulai memiliki perhatian terhadap pemikiran beliau ketika meninggalkan kedudukan yang tinggi sebagai bankir profesional dan terjun ke dunia Politik.
Buku sebelumnya saya baca adalah “Memberantas Kemiskinan Melawan Gombalisasi Global”.Buku ini meguraikan praktik “penggombalan” yang terjadi di negeri ini.
Ada praktik penggombalan yang dilakukan bangsa lain dan ada yang dilakukan bangsa sendiri (feodalisme) itu tadi. Saya sudah membaca buku buku karangan Laksamana Sukardi yang inti pemikirannya jauh kedepan dan kritis untuk kemajuan bangsa dan negara.
Kalau buku Panca Salah yang baru di lounching ini memuat adanya lima kesalahan dalam negara tujuannya agar pemimpin harus meninggalkan lima kesalahan itu, karena produktivitas kita rendah hanya 0,53 persen dibanding negara Singapura dan Korea diatas 0,80 persen.
“Kenapa negara ini sulit maju ? Dan lambat berkembang,”tanya Laksamana. Melalui buku ini dia ingin para pemimpin menyadari bahwa sekarang ini negara ini ketinggalan, sementara yang lainnya lari cepat, kita larinya mutar mutar saja karena inovasi dan kerja keras seakan akan tidak ada gunanya, jadi kuburan,” ujarya menekankan dalam buku Pancasalah.
JAUH KETINGGALAN
Pada tahun 1970 income perkapita kita lebih maju dari China dan tahun 1980 kita sama dengan Korea Taiwan dan Hongkong jadi macan Asia.
“Tahun 1990 kita jeblok lagi dan China naik kelas cepat dua kali lipat. Sementara kita tak naik kelas dan kini satu kloter sama Vietnam dulu satu kloter dengan Korea. Itu kenapa negara lain lari cepat ,” tanya Laksamana Sukardi.
Karena indek produktivitas kita turun, ditambah lagi pertempuran ideologi belum selesai.
Dan menurut Laksamana Sukardi masih ada dengan kemungkinan mereka akan meninggalkan kita.
Mengapa? Dia menyebutkan contoh beberapa kemunduran di beberapa negara seperti pemimpin Shah Iran, Idi Amin dll.
“Itu karena kita menganut Pancasalah,” tulisnya di buku itu. Ia pun tanpa berliku-liku langsung membuat daftar lima salah itu.
Satu: salah kaprah, Dua: salah lihat,Tiga salah asuh. Empat salah tafsir dan Lima: salah tata kelola. Yang gawat salah asuh
Di menyuraikan salah kaprah krena ada pemimpin diktator dan korups dan mengecewakan rakyatnya,contoh seperti negara shah Iran dan pemimpin diktator Idi Amin. Kedua salah lihat seperti sensor dan rakyat dibodoh bodohin.
“Kayak kasus Sambo ini kan salah lihat juga,” cetusnya. Orang salah lihat dan dalam kontek modern dengan seperti Golkar di tahun 1997 menang sebesar 86 persen kemudian Soeharto terpilih bulat.
Dan tahun 1998 Pak Harto kemudian jatuh karena salah lihat, semua karena kebohongan-kebohongan dan segala macamlah.
Dan salah lihat dalam konteks modern dengan adanya sosial media dan hoax. Orang dibodohin dengan adanya buzzer dan hoax segala jadi salah lihat akhirnya salah tindak tanduk akhirnya.
“Itulah yang harus diberesin, harus transparan dan koreksi buat kita semua, anak cucu diasuh berapa generasi hanya cari duit saja. Di parpol mau jadi Bupati caleg harus pake duit. Bupati harus bayar ratusan miliar juga di penegak hukum seperti kasus Sambo cari duit saja. Salah asuh ini sampai berapa generasi,” tuturya.
Selanjutnya pengusaha diasuh untuk jadi cukong oleh pejabat kemudian diasuh jadi feodal nyembah keatas. Jadi kalo sepeti kerja keras dan inovasi tidak ada tempatnya mati kuburan inovasi itu.
“Lalu ngapaian kita kerja di Indonesia harus sembah sembah keatas setor keatas karena diasuh seperti itu,”tulis Laksamana lagi.
Yang terakhir adalah karena ada salah tata kelola, ini perlu perbaikan di semua bidang. Dalam tata kelola adalah peraturan yang mengatur supaya terjadi keadilan dan pengawasan yang melekat, salah satu contoh kita tidak boleh membuat aturan sendiri.
Nah sekarang partai politik membuat aturan sendiri UU parpol boleh gak,” tanya Laksamana. Seharusnya kan diambil cendikiawan dari akademis dimana semua independen buat aturan bagi mereka main.
Dikatakan Tata kelola sebuah negara harus baik. Sehingga kalau ada penyelewengan dalam pengelolaannya bisa dikembalikan ke tata kelola yang baik. Maka kalau negara ini belum bisa maju harus dilihat tata kelolanya.
“Misalnya dalam hal demokrasi. Bagaimana bisa peraturan yang menyangkut partai, diputuskan sendiri oleh DPR yang dikendalikan oleh partai,” ujar Mantan Koordinator Pimpinan Politik PDP ini.
Salah tata kelola, tulisnya, lebih destruktif daripada salah kelola. Padahal itulah yang terjadi di berbagai bidang kehidupan bernegara kita. “Salah tata kelola yang dikelola dengan baik hasilnya lebih membahayakan. Buku Pancasalah ini walau hanya sepetti embun setetes, mudah-mudahan bisa berarti besar dan memberi manpaat bagi bangsa dan negara dimasa mendatang ,” demikian tutup Ir H Laksamana Sukardi. (ris)