Penulis :haris fadillah Ssos.MSi
Acara Silatuhrami bagi anggota Forwaka dilingkungan Kejaksaan Agung jika tidak ada perubahan akan dilangsungkan di Nuansa Hotel Cikarang-Jawa Barat pada Sabtu-Minggu 26-27 November 2022 mendatang.
Acara Silaturahmi ini sangat penting tidak saja untuk mencari figur Ketua dan Pengurus Forwaka semata tetapi silatuhrami ini sebagai forum berjumpa para awak media dan jaksa untuk memperkuat peran media/wartawan dan Jaksa dilingkungan Kejaksaan RI.
Dua tahun lalu Forum Silatuhrami digelar di Taurus Resort Cicurug Jawa Barat, dimana Forwaka telah meletakan pondasi fundamental pelaksanaan fungsinya setelah Forum atau wadah berjumpa para wartawan dari berbagai media massa, cetak, onlene dan Televisi ini memiliki AD/RT yang disahkan pada Serasehan Forwaka di kota Cirebon 29-30 Oktober 2016.
Dengan memiliki AD/ART tersebut itulah Forwaka akan semakin mampu tidak saja di dalam peningkatan sinergitas dengan lembaga Kejaksaan semata tetapi diharapkan menjalankan fungsinya secara profesional dan andil dalam pembangunan hukum yang tengah berjalan secara keseluruhan di negara tercinta ini.
Bagi saya pribadi yang meliput di Kejaksaan Agung sejak Oktober 1990, saya melihat sudah banyak kemajuan yang dibuat Forum Wartawan bagi kemajuan lembaga Adhyaksa ini dari tahun ketahun sejak dari era Jaksa Agung Sukarton Marmosujono SH hingga Jaksa Agung Burhanuddin SH. Apalagi di era Jaksa Agung Burhanuddin SH, kejaksaan telah berhasil mengamandemen UU No 16 Kejaksaan dan memiliki aspek penguatan secara hukum.
Salah satu aspek penguatan yang ada adalah keadilan restoratif. Saat ini, telah terjadi pergeseran makna keadilan dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihan kembali ke keadaan semula. Paradigma ini telah muncul dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam Undang-Undang tersebut, Kejaksaan diberikan peran untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Demikian juga dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan sebagai penuntut umum, International Association of Prosecutors (IAP) dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengeluarkan Guidelines on the Role of Prosecutors yang menjadi salah satu inti dari perubahan Undang-Undang ini.
Guidelines tersebut menjadi pedoman untuk mengatur kembali ketentuan mengenai independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas, dan perlindungan bagi para jaksa dan keluarganya yang sebelumnya belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.
Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang didukung oleh kepastian hukum yang didasarkan pada keadilan.
INTERAKSI POSITIF
Harapan besar dari Silatuhrami Forwaka nanti tidaklah berlebihan jika disimak lebih jauh karena sebenarnya pers dan jaksa pun sesungguhnya memiliki misi yang hampir sama khususnya para awak media yang tergabung dalam FORWAKA yakni sama-sama berupaya penegakkan hukum berjalan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Apalagi setelah diamandeman UU Kejaksaan juga mengatur penguasaan SDM kejaksaan agar lebih profesionalisme dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam wujud pembentukan pendidikan khusus kejaksaan sebagai sarana pengembangan pendidikan, profesi, keahlian, dan kedinasan.
Selain itu, perlindungan jaksa dan keluarga sudah diatur dalam perubahan undang-undang yang baru. Sebab, jaksa dan keluarga rentan mengalami ancaman.Jaksa dan keluarga dianggap sebagai objek yang rentan mengalami ancaman dalam pelaksanaan tugas jaksa. Karena standar perlindungan profesi jaksa diatur dalam internasional association prosecutor mengingat Indonesia telah bergabung IAP pada 2006.
Sehingga dengan terwujudnya UU baru Kejaksaan membuat lembaga penuntut umum tertinggi ini akan semakin maju dalam
berkarya dan mampu mengangkat marwah dan martabat dimasa mendatang. Tentu di dalam membangun Kejaksaan maju perlu melibatkan masyarakat dan media sehingga dengan adanya hubungan sinergitas itu maka terbangun jaksa yang modern bermartabat dan SATYA ADHI WICAKSANA.
Sebagaimana kita ketahui dalam proses penegakan hukum banyak pihak mempunyai peran, baik pemerintah (aparatur penegak hukum, polisi jaksa, hakim, pengacara) juga fungsi media massa dalam hal ini wartawan merupakan fungsi pemberi informasi yang dapat mendorong proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan akuntabilitas yang ada.
Pers bisa mendorong masyarakat ikut memberantas korupsi,mengajak jaksa,polisi hakim dan pengacara untuk menegakan hukum secara konsisten. Untuk itulah pers dan jaksa haruslah berkerja secara profesional.
Dan itu haruslah diiringi rasa tanggung jawab pada perannya masing-masing dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai mitra untuk mencari kebenaran dengan cara memberikan bukti dan argumen untuk landasan dalam mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap. Sehingga pers sendiri memiliki tujuan untuk menemukan kebenaran, memberi informasi, menafsirkan, dan menghibur masyarakat.
Di Negara demokrasi seperti Indonesia, pers merupakan pilar keempat demokrasi yang juga mengawasi penegakan hukum di Indonesia serta penegakan HAM. Bahkan cara pandang media massa dalam melihat isu korupsi memainkan peranan yang penting pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kerja kreatif pers melalui peliputan investigasi merupakan salah satu daya dorong bagi terjadi akselerasi penanganan kasus kasus sekaligus membantu penegak hukum mengungkapkan kasus korupsi yang selama ini tidak terlihat di permukaan.
Artinya peran media memiliki peranan kunci untuk mengungkapkan adanya penyalahgunaan atau korupsi. Seperti contoh dalam kasus Panama Papers yang muncul dari kalangan media.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab social, keberagaman masyarakat dan norma-norma agama. Karena itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
MITRA PENYEBAR INFORMASI
Forum Wartawan Kejaksaan (FORWAKA) adalah wadah berkumpulnya para wartawan dari segala media cetak,onlene dan televisi termasuk radio.Sebelum reformasi namanya Koordinator Wartawan Kejaksaan Agung.
Tetapi ketika reformasi berjalan jumlah wartawan mulai membanjiri berbagai tempat peliputan termasuk di Kejaksaan Agung wadah berhimpunnya pewarta itu diganti menjadi Forwaka. Kemudian seiring berkembangnya waktu Forwaka terus berbenah diri yang selama ini hanya setahun masa kepengurusan kini diubah menjadi dua tahun.
Bahkan pada Sarasehan yang berlangsung di Aston Cirebon 2016 itulaH titik awal Forwaka mengubah diri dengan memiliki AD/ART internal. Sebagai sebuah Forum berkumpul, Forwaka sudah memiliki daya saing yang kuat dan dapat memperkuat informasi langkah langkah kejaksaan melalui Puspenkum Kejaksaan di dalam penyebaran luasan informasi dan penegakan hukum yang dilakukan.
Momemtum Sarasehan Di Cirebon saat itu, dimana dihadiri Ketua Dewan Pers saat dijabat Yosep Adi Prasetyo diiringi dengan pembentukan dan pengesahan AD/ART itu bukanlah untuk menandingi organisasi seperti, PWI,AJI serta Organisasi wartawan lainnya dan juga Dewan Pers.
Tetapi keberadaan hanyalah sebagai forum kumpulan wartawan yang tugasnya dilingkugan Kejaksaan. Tak lebih seperti Forum wartawan yang ada di Kepolisan, Kehakiman, KY, KPK,Mahkamah Agung serta Departemen lainnya.
Tentu dengan posisi itu memudahkan wartawan dan kejaksaan didalam membangun interaksi positif bersama masyarakat di dalam penegakan hukum. Dengan Moto : ‘Jika Jaksa kuat maka Forwaka akan kuat’.
Sebagai mitra yang menjadi penyebar luas informasi dari lima pilar yang ada di kejaksaan, tentu Forwaka harus mampu merespons positif semua gagasan yang berkembang dalam penegakan hukum yang dilakukan saat ini di era digitalisasi.
Seperti contoh langkah Kejaksaan membongkar sejumlah kasus kasus besar korupsi dan dan pelanggaran HAM, seperti Jiwasraya dan Asabri, Garuda Indonesia serta kasus korupsi lainnya sehingga berhasi mengembalikan kerugian negara hingga mencapai Rp15 triliun di tahun 2021.
Kita tahu selama tiga tahun terakhir Jaksa Agung Burhanuddin SH telah mampu melakukan perubahan dilingkungan Kejaksaan. Ada pembenahan kinerja untuk jajaran kejaksaan di dalam memperbaiki citra di mata masyarakat (public trust).
Kemudian pembentukan Tim Satgasus Tipikor, PIdum dan Satgas 53 telah menjadi icon kebanggaan bagi kejaksaan untuk menunjukkan kinerja dalam pemberantasan korupsi dan juga penyelesaian perkara melalui keadilan restroaktif justce.
Perbaikan mental dan kultur dari SDM kejaksaan yang menjadi masalah terus dilakukan secara serius dan dibenahi. “Mental jaksa yang nakal menjadi jaksa tidak nakal” kini sudah hampir tidak ada lagi. Jumlah jaksa nakal yang ditindak sudah sudah jauh berkurang apalagi sejak ada Satgas 53 tadi ada.
Kemudian langkah pengawalan proyek Strategis Nasional dan Peran Jaksa Datun/JPN yang ikut memberikan kontribusi besar dalam pemulihan kekayaan negara menjadi harapan baru kejaksaan dalam mensukseskan program program pembangunan yang ada.
Namun membangun sinergitas tdaklah berhenti hingga disini saja. Jaksa dan Forwaka masih dituntut meningkatkan perannya. Forwaka ditantang dapat melakukan perubahan dengan mengedepankan perbaikan kualitas penegakan hukum dengan cara meningkatkan daya pikir secara konstuktif dalam menyajikan berita berita hukum dan memberikan kontribusi besar bagi penegakan hukum secara keseluruhan.
Demikian Kejaksaan yang ada diberbagai penjuru nusantara jga dituntut meningkatkan Optimalisasi penanganan kasus korupsi di daerah dan tugas lainnya. Agenda penting bagi kejaksaan di daerah karena setelah berlaku UU Otonomi Daerah domain korupsi banyak bergeser dan terjadi di daerah. Seperti Pilkada Pilkada secara langsung dsbnya menuntut peran Kejaksaan di masa mendatang.
Fenomena korupsi Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) dalam era reformasi telah menunjukkan intensitas dan kuantitas semakin meningkat, bahkan telah menjadi keprihatinan semua lapisan masyarakat. Tentu dengan posisi Forwaka yang semakin baik ini akan semakin memudahkan bagi wartawan dan kejaksaan di dalam mengawasi dan membangun interaksi positif bersama masyarakat di dalam penegakan hukum.
Untuk itulah kita berharap Jaksa Agung Burhanuddin SH beserta Jajarannya dan Forwaka khusnya dapat bersinergi positif dalam meningkatkan perannya masing masing kedepan lebih ditingkatkan. Sehingga penanganan masalah hukum akan jauh lebih baik dan humanis menciptakan keadilan di tengah masyarakat. Selamat Acara Silatuhrami Forwaka dan Kejaksaan RI. Tetaplah Bersinergi dan Maju. (Penulis : haris fadillah-Penasehat Forwaka/Ahli Pers Dewan Pers/Mantan Pengurus PWI Pusat)